Senin, 19 Maret 2012

Surat Wasiat Dalam Kardus Mie

Dengan penuh penasaran, Abah Kyai Abdullah membuka sebuah kardus yang tersimpan di atas lemarinya.

"Mo .. tolong ambilkan pisau, sepertinya susah sekali membukanya"

"Nggih Bah", Trimo bergegas menuju dapur, dan tidak seberapa lama menyerahkan sebilah pisau kecil pada tokoh kharismatik di kampungnya itu.

Abah tidak mengeluarkan sepatah katapun, namun ekspresi wajahnya nampak sangat berubah, ketika kardus mie itu berhasil dibukanya. Mata beliau nampak sembab. Trimo masih belum punya keberanian untuk mengajukan pertanyaan atas rasa penasaran yang menggelayuti pemikirannya.

"subhanalloh ...subhanalloh ..." hanya itu yang terdengar lirih dari Abah Kyai.

"kenapa Bah ...?" Trimo memberanikan diri membuka pertanyaa.

"lihat ini .." Abah Kyai menangkat perlahan isi dari bungkusan yang barusan dibukanya

"bukankah itu kain kafan ?"

"benar sekali, inilah titipan yang diberikan Kang Pulan 5 tahun lalu, dan sekarang dia menagihnya"

"maksudnya bagaimana, Abah ?"

"Lima tahun lalu Pulan menitipkan kardus bungkus mie ini ke Abah, dan berpesan agar disimpan baik-baik. Hanya boleh dibuka ketika beliau sudah meninggal dunia, dan ternyata inilah isinya. Abah benar-benar kaget luar biasa"

"kasihan Pakdhe Pulan ya Bah, disaat penyakit liver menggerogoti tubuhnya, orang yang paling dekat dengan dirinya pergi entah kemana"

"itulah kenapa Abah dulu menerima dia di rumah ini, karena pada saat dititik keterpurukannya, tidak ada orang yang memperdulikannya"

"mungkin karena masa lalunya yang seperti itu ya Bah" Trimo mencoba berargumen

"sudahlah, itu masa lalu yang tidak perlu dibicarakan lagi, kita kan sudah tahu, sejak saat itu Pulan sudah benar-benar bertaubat. Taubat nasuha, menjadi pribadi yang sangat berbeda dari sebelumnya"

"betul sekali Bah"

"pernahkan kamu mendengar beliau mengeluhkan sakitnya ?"

"tidak pernah .."

"itulah kenapa Abah katakan, Pulan benar-benar terlahir menjadi pribadi baru. Bahkan dia pernah menyampaikan, bahwa sakit yang dialami justru dirasakan dan diterima sebagai rahmat.


"kok sampai berpikiran seperti itu Bah ?" tanya Trimo dengan ekspresi tidak memahami maksudnya.

"Kang Pulan menganggap sakitnya itu, untuk membersihkan jiwa dan tubuhnya dari lumpur dosa masa lalunya. Makanya dia menerima dengan ikhlas, bahkan kamu tahu keshalihan pribadinya semakin menyejukkan pandangan. Begitu istiqomahnya dia menjalani shalat jamaah, qiyamul lail, puasa sunah, tilawah dan tentu saja sangat bertanggung jawab terhadap tugas yang Abah percayakan pada dia, Makanya dia bekerja layaknya orang tidak sakit"

"perjalanan hidupnya mengesankan ya Bah, dari lembah hitam menjadi hidup yang indah"

"Betul sekali Mo, Sebuah hidayah yang sangat luar biasa menemani sisa hidupnya, seperti menutupi masa mudanya yang sangat kelam. Semua berawal dari kematian sahabat-sahabatnya ketika mereka berpesta pora minuman keras oplosan. Sejak ujung maut hampir lepas di kehidupnya, Kang Pulan meninggalkan kehidupan gelapnya sebagai jagoan dan jawara di terminal. Bahkan karena minuman keras dianggap sebagai minuman wajib, akhirnya menyebabkan livernya menjadi bengkak, tapi dia tidak memperdulikannya. Minum tetap minum" Abah menjelaskan

Dan sejak kejadian itu, dia pulang kampung. Istri dan anaknya telah lama entah pergi kemana karena tidak tahan akan perlakuan kejinya.  Kang Pulan diterima dengan tangan terbuka Abah Kyai Abdullah dan dipercaya  mengelola pembuatan gula jawa milik tokoh kharismatik di desanya.

"semoga taubat Kang Pulan diterima Alloh swt dan diampuni dosanya, ya Bah" 

"amin"


"Maaf Abah, jenazah Pakdhe Pulan sudah selesai dimandikan, siap untuk dikafani", tiba-tiba terdengar suara si Warso di ujung pintu

"Baiklah. Ayo Mo bantu Abah, memotong kain kafan ini" sejurus, kain kafan itu dikeluarkan dari dalam kardus, dan tanpa sengaja ada yang terjatuh kelantai. Ternyata ada bungkusan lain selain kain kafan. Segera Trimo memungut dan membukanya.


"Masya Alloh, ternyata ada sepucuk surat dan uang, ini Abah ?" Trimo kaget sambil menyerahkan barang yang dipungutnya. Perlahan Abah Kyai Abdulah membuka isi surat yang terlipat rapi itu.


Abah yang saya hormati dan semoga dirahmati Alloh,
Terima kasih telah bersedia menyimpan kotak sederhana ini dengan baik. Abah, di dalam kotak ini terdapat kain kafan dan beberapa lembar uang. Insya Alloh semua saya dapatkan secara halal, dari upah yang Abah berikan selama saya mengelola pembuatan gula kelapa.
Saya sangat berharap kain kafan yang membungkus jasad saya nanti, benar-benar dari jerih payah keikhlasan saya berusaha yang didasari mencari ridho Alloh. Karena saya tidak ingin masa lalu saya yang kelam membututi kehidupan saya di kehidupan abadi saya, nau'udzubillah. Biarlah kain kafan yang sederhana dan murah yang membalut tubuh saya.

Kedua ada sedikit uang yang saya gunakan untuk berjaga-jaga, kalau sekiranya saya sudah meninggal dan masih meninggalkan hutang pada seseorang yang tidak pernah saya sadari. Saya sangat berharap kelak di hari pembalasan saya tidak lagi memiliki masalah dengan sesama manusia. Tolong juga ada beberapa hal penting di bawah ini dibacakan kepada orang-orang yang berta'ziyah

Sepasang mata sejuk Abah Kyai Abdulah semakin tak kuasa membendung keharuan atas apa yang dialami. Namun dengan segera beliau menyembunyikan perasaan itu.
 ***
Setelah tubuh Kang Pulan terbungkus kain kafan, selanjutnya di sholatkan di Surau. Luar biasa, sangat banyak warga yang datang dan bersimpati pada Kang Pulan.

Pada akhirnya, sebelum jenazah dimasukkan ke dalam liang kubur, Abah Kyai Abdullah membacakan surat wasiat yang telah ditulis Kang Pulan.

"Assalamu'alaikum warrohmatullohi wabarrokatuh. Hadirin yang di rahmati Alloh, saya akan membacakan surat wasiat Kang Pulan yang dititipkan pada saya dan isinyapun saya tahu baru saja, tolong di dengarkan baik-baik point-pointnya:
  1. mohon maaf yang sebesar-besarnya kepada semua orang yang pernah mengenal saya. Jika saya pernah menyakiti, menyinggung dalam bentuk apapun secara fisik dan rohani, mohon keikhlasannya untu memaafkan saya, agar kelak saya di hari akhir tidak kebingungan mencari sampean di hari pertanggungjawaban atas semua perbuatan saya.
  2. mohon maaf yang sebesar-besarnya kepada semua orang yang pernah saya dholimi, pernah saya ajak berbuat maksiat, pernah saya jerumuskan, 
  3. jika sekiranya saya pernah berhutang uang yang saya terlupa belum membayarnya, mohon segera menghubungi Abah Kyai Abdullah karena disitu sudah saya siapkan beberapa uang untuk mengantisipasi jika saya punya hutang yang terlupakan. Namun jika seandainya sampean mengikhlaskan, maka sisa uang di Abah tolong diinfakkan saja untuk kepentingan surau. Sehingga dengan ini kelak di hari pembalasan, saya tidak lagi kebingungan mencari sampean karena hutang.
  4. Untuk Istri dan anaku dimanapun kalian berada, Bapak telah banyak melakukan khilaf dan kedholiman, maafkan saya. Anakku, kamulah harta yang bapak harapkan untuk memohonkan ampun dan mendatangkan pahala  yang mengalir.
  5. Tolong kuburan saya tidak di tembok, cukup tanah yang rata saja. Bahkan kalo perlu tanpa nisan ndak masalah, karena saya ingin jasad saya menyatu dengan asalnya yaitu tanah.  
Demikian tulisan saya, semoga yang hadir di pemakanan ini benar-benar memahami bahwa kehidupan dunia hanyalah sementara, hanyalah permainan. Sebab, kehidupan yang kekal abadi adalah akhirat. Persiapkan bekal dengan sebaik-baiknya bekal yaitu amal yang sesuai dengan tuntunan Rasululloh SAW.
Wassalamu'alaikum warrohmatullohi wabarrokatuh,
Pulan


Hampir semua mata yang ta'ziyah sembab merasakan keikhlasan dan kesiapan sosok Kang Pulan yang jauh-jauh hari sebelumnya sudah mempersiapkan bekal untuk kehidupan abadi. Dan, butir-butir tanah basah mulai menutupi jasadnya. Awan menggelayut diujung temaran senja, desir angin bercengkerama dengan dedaunan, bunga kamboja terjatuh menyentuh bumi, mengiringi kepergian jasad yang seolah nampak tersenyum.
Kesunyian melanda, dan yang terdengar suara cangkul dan sesekali terdengar sesenggukan suara dari Siti, istri Kang Pulan yang baru 30 menit lalu datang.

"Maafkan Siti Kang, selama ini telah meninggalkan Akang dengan rasa sakit hati. Dan saya telah juga telah berbuat salah dengan menikah lagi dengan cara yang salah karena masih berstatus istri Kang Pulan. Saya berjanji, Insya Alloh akan benar-benar bertaubat, seperti sampean Kang. Taubatan nasuha" Suara hati Siti terus berkecamuk seiiring derasnya air mata yang mengalir
***
"Semoga kita dimudahkan dalam segala urusan di dunia dan akhirat"
Wallahu a`lam bish-shawab,
semoga bermanfaat

Tidak ada komentar: