"Hemm ... enak sekali sate ini Mo, pinter sekali kamu nyembelihnya, sampe-sampe aroma kambingnya ndak terasa" Warso memuji Trimo sambil terus mengunyah potongan-potongan daging bakar di mulutnya.
"Emangnya cara nyembelih, bisa menentukan aroma tidaknya kambing ?" tanya Daslan nyeletuk
"Lha saya ndak tahu, yang penting saya nyembelih sesuai dengan ketentuan penyembelihan Islami, ya beres. Perkara hasilnya beraroma kambing ato endak, saya ndak tahu ada hubungannya apa nggak" sahut Trimo
"Ada lho warung sate yang aroma kambingnya sangat kuat, yang justru bikin saya eneg memakannya"
"Sudah ..., jangan ngomongin orang, nggak baik. Lagian kalo mulut penuh makanan, jangan sambil ngomong to So, tuh mulutmu belepotan. Mending siapkan piring yang bersih, untuk satenya Mbak Abadullah" sergah Trimo sambil terus mengipas sate di hadapannya, sementara Warso nyengir tanpa rasa bersalah.
Mendengar namanya disebutkan, Mbah Kyai kharismatik yang dari tadi membersihkan kulit kambing, ikut menimpali. "biar mbah saja yang ke situ, ndak usah disiapkan di piring. Kita makan bersama saja, biar tambah nikmat.
"Nggih Mbah ..., monggo ini sudah matang" Trimo sedikit beringsut dari tempat duduknya, sambil membetulkan tikar yang digelar di tepian bara api panggangan.
"Wah bener, aroma kambingnya ndak terasa. Ayo kamu juga harus makan Mo"Mbah Kyai ikutan memuji
"Betul kata Trimo, yang terpenting syarat menyembelih secara Islami sudah terpenuhi dan niat qurbannya sudah jelas, lalu pembagian dagingnya sudah sesuai, ya sudah. Yang penting jangan ada satupun bagian dari qurban ini dijual" demikian Mbah Abdullah mencairkan suasana
"Mo ... gimana rasanya pertama kali nyembelih kambing ?" tanya Warso pada sahabatnya
"Ya jelas ngeri, bahkan awalnya saya merasa ragu melakukannya. lha wong harus mematikan makhluk hidup dengan pisau tajam, apalagi ada aliran darah yang deraa. Tapi, Alhamdulillah dengan niat karena Alloh Ta'ala, akhirnya, saya memiliki kekuatan untuk melakukannya" cerita Trimo bersemangat.
"Wah dengan kambing saja seperti itu, bagaimana perasaan Nabi Ibrahim as saat menempelkan pedang di leher Ismail as ... hayo ... coba kalian bayangkan" Ucapan Mbah Kyai seperti menghentikan ketiga Pemuda itu dari asyiknya makan sate.
"Iya ya ..., kenapa saya dari tadi tidak memikirkannya, kalo kita nyembelih Qurban ini untuk memperingati kisah Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail" ucap Warso sambil garuk-garuk kepala,
"Yang kamu pikirkan cuma makan sate sih ... " Daslam menimpali
"Kan jarang-jarang kita makan seperti ini, bisa-bisa setahun sekali" Warso ndak mau ngalah
"Trus gimana cara kita memaknai peristiwa itu, Mbah ?" Trimo mencoba membuka pertanyaan
"Banyak hal yang kita teladani dari kisah ini. Nabi Ibrahim as diuji dengan kecintaan yang sangat luar biasa kepada Ismail, yang bertahun-tahun didambakan kehadirannya. Yang paling dicintai, harus di sembelih atas perintah Allah swt. Ujian kesabaran dan keikhlasan yang sangat tinggi terjadi di sini. Dengan peristiwa itu, maknanya, Nabi Ibrahim as mampu membuang segala bentuk ego dan kecintaan duniawi, dengan menyembelih penghalang untuk mendekatkan diri pada Allah. Dan itu prestasi yang tak tertandingi"
"Bagaimana dengan Nabi Ismail as, apa yang bisa kita renungkan Abah ? Warso menambahkan pertanyaan
"Ya, Ismail as adalah sosok yang dengan sabar dan ikhlas serta ridha menerima perintah Allah. Ini sebuah kondisi yang sulit digambarkan atas ujian mereka berdua. Nabi Ibrahim as dan Ismail as telah lulus ujian dan terkategorikan dalam Al Qur'an surat 22 ayat 37:
Daging-daging unta dan darahnya itu sekali-kali tidak akan mencapai (keridhaan) Allah, tetapi ketaqwaan dari kamulah yang dapat mencapainya...).Mereka berdua telah lulus dengan sangat luar biasa. Sebuah sinergi yang menghasilkan kemenangan ruhani, dan membuahkan ketaqwaan di sisi Allah.
Jadi, memaknai hari raya Idul Adha 10 dzulhijah, bukan hanya sebatas menyembelih hewan dan rame-rame makan sate saja, tapi bagaimana kita bisa meneladani kekuatan ikhlas dan kesabaran Nabi Ibrahim as dan Nabi Ismail as dalam menjalankan perintah Allah untuk meraih derajad ketaqwaan yang tinggi. Semoga kita bisa kearah sana, Insya Allah Amin. Lha, kenapa kalian bertiga bengong saja, ayo habiskan satenya mumpung setahun sekali kita bisa melakukannya.
"saya sudah kenyang, Abah" kata Warso sambil nyengir. Kenyang karena lebih dari 20 tusuk sate yang masuk ke tubuhnya, juga kenyang karena wejangan Mbah Kyai, yang tidak terpikirkan sebelumnya
***
"Semoga kita dimudahkan dalam segala urusan di dunia dan akhirat"
Wallahu a`lam bish-shawab,
semoga bermanfaat
Tidak ada komentar:
Posting Komentar