Di suatu daerah yang agak jauh dari perkotaan, terdapat Pondok  Pesantren Putra yang terkenal telah meluluskan ribuan alumni yang  berkualitas, baik dalam bidang “teori” ilmu maupun “praktik” ibadahnya.  Suatu saat ada seorang santri yang kebetulan berpapasan dengan seorang  wanita cantik berkerudung. Santri tersebut sontak jatuh cinta kepada  wanita itu. Hampir setiap bertemu dengan perempuan idamannya tadi, ia  selalu mencoba merayu agar mau menerima cintanya, bahkan ia lupa daratan  akan ajakan setan yang mendorongnya untuk berbuat zina.
Segala jurus tipu daya ia lakukan untuk meruntuhkan keteguhan iman  sang wanita. Memang, laki-laki itu cukup tampan dan terkenal dari  keluarga berada di kampungnya. Di pemukimannya tidak sedikit wanita yang  menaruh hati kepada santri tadi. Namun, bagaimana dengan wanita yang di  rayu-rayunya itu?
Ternyata wanita yang digodanya adalah seorang wanita shalihah  yang telah bersuami dan taat kepada suaminya. Kebetulan suaminya adalah  pengasuh dan pimpinan pesantren tempat lelaki itu belajar dan menimba  ilmu.
Suatu saat wanita itu mengadukan kepada suaminya perihal rayuan  seorang santrinya. “Mas, laki-laki kaya yang belajar di sini sering kali  menggodaku, setiap kali ia berpapasan denganku, atau kebetulan saja  bertemu dengannya, pasti ia merayuku agar mau berbuat zina dengannya. Ia  terus menerus melakukan hal itu. Apa yang harus aku perbuat?”
Sang suami menanggapi pengaduan istrinya dengan tenang-tenang saja.  “Katakan kepada laki-laki itu bahwa kamu akan mau menerima ajakannya,  yaitu berzina dengannya. Hanya saja, ia harus memenuhi satu syarat.”
Dengan patuh sang istri mendengarkan terus apa yang direncanakan  suaminya. Selang beberapa hari ia bertemu lagi dengan lelaki yang  menggodanya. Kali ini ia mengiyakan ajakan lelaki itu tapi dengan satu  syarat.
“Apa pun akan kupenuhi demi kamu, katakan apa kamu butuh uang, atau  apa saja. Pendeknya, akan kupenuhi apa saja yang kamu inginkan dariku,”  kata lelaki itu. “Baiklah, aku tidak meminta uang atau materi apapun.  Permintaanku sederhana dan mudah saja.” Dengan tidak sabar, laki-laki  itu terus mendesaknya agar ia mengutarakan persyaratan yang  dikehendakinya. “Ayo, katakan saja apa itu. Aku pasti akan memenuhinya  untukmu, sayangku.”
“Aku hanya minta agar kamu mau melakukan shalat berjama’ah subuh  dengan suamiku empat puluh kali berturut-turut dan tidak boleh putus  atau ada yang ketinggalan walaupun sekali!”.
Mengetahui hanya itu permintaan si wanita, maka dengan semangat si laki-laki menyatakan kesanggupannya.
Maka mulai sejak itu, ia melaksanakan shalat subuh bersama suami  wanita itu dengan tekun, hari demi hari, hingga akhirnya ia berhasil  tidak putus satu hari pun.
Setelah selesai melaksanakan shalat subuh berjama’ah yang ke empat  puluh kalinya, lelaki itu mendatangi wanita tersebut, tapi bukan untuk  berbuat zina namun berkata: “Aku kini sudah bertobat kepada Allah, wahai  perempuan! Aku tidak mau melakukan perbuatan terkutuk seperti itu!”.
Mendengar cerita sang istri mengenai jawaban si laki-laki itu, sang  suami memanjatkan pujian kepada Allah SWT, “Maha Benar Allah! Firman-Nya  adalah benar, bahwa shalat dapat mencegah perbuatan keji dan mungkar.”
Sumber: Majalah Bulanan Cahaya Nabawiy edisi 43, Agustus 2006.

Tidak ada komentar:
Posting Komentar