Selasa, 17 Maret 2015

Kisah Nyata Seorang Anak

Sahabat...inilah sebuah kisah nyata yg in sha Allah baik tuk renungan dan motivasi kita bersama...
Sahabat Nas rocha menyampaikan sebuah kisah nyata yg disampaikan oleh Khotib sholat Jumat di Graha CIMB Niaga jalan Sudirman. Semoga kisah ini dapat menjadi tambahan penerang bagi qolbu ke-imanan dan ke-taqwaan kita bersama.


Bermula pada seorang anak umur 10 tahun bernama Umar, ia adalah anak pengusaha sukses yang kaya-raya. Oleh ayahnya, ia disekolahkan di SD Internasional paling bergengsi di Jakarta demi memperoleh pendidikan terbaik di semua jenjang karena diharapkan kelak menjadi orang sukses yg mengikuti jejak sang ayah.
Suatu hari isterinya mengingatkan bahwa Sabtu depan si ayah diundang menghadiri acara “Father’s Day” di sekolah Umar.
Lalu sang ayah terkejut dan menjawab pemberitahuan si isteri..
“Waduuuh...!! Saya sibuk, ma. Kamu sajalah yang datang..” jawabnya.
Baginya, acara semacam itu sangat tidak penting dibanding urusan bisnisnya. Tapi kali ini isterinya marah dan mengancam, karena sudah kesekian kalinya si ayah tidak pernah mau datang ke acara anaknya. Dia malu karena anaknya selalu didampingi ibunya, sedangkan anak-anak lain selalu didampingi ayahnya. Akhirnya si ayah mau hadir meski agak ogah2an sehingga tempat dudukpun memilih posisi paling belakang sementara para ayah lain (terutama yang muda-muda) justru berebut untuk bisa di depan agar bisa menyemangati anak mereka saat tampil di panggung.
Father’s day adalah acara dimana anak-anak saling unjuk kemampuan di depan ayah mereka.
Satu persatu anak-anak itu menampilkan bakat dan kebolehannya masing-masing. Ada yang menyanyi, menari, membaca puisi, pantomim, ada pula yang memamerkan lukisannya, dll. Semua mendapat applause yang gegap gempita dari ayah-ayah mereka.
Tibalah sekarang giliran si Umar dipanggil gurunya untuk menampilkan kebolehannya.
Lalu si Umar berkata...
“Miss, bolehkah saya panggil pak Arief?” tanya si Umar kepada gurunya.
Pak Arief adalah guru mengaji untuk kegiatan ekstra kurikuler di sekolah itu.
”Oh boleh..” jawab gurunya. Dan pak Ariefpun dipanggil ke panggung.
“Pak Arief, bisakah bapak membuka Kitab Suci Al Qur’an Surat 78 (An-Naba’)?” tanya Umar.
”Tentu saja boleh, nak...” jawab pak Arief.
“Tolong bapak perhatikan apakah bacaan saya ada yang salah..”
Lalu si Umar mulai melantunkan QS An-Naba’ tanpa membaca mushafnya (hapalan), dengan lantunan irama yg persis seperti bacaan “Syaikh Sudais” (Imam Besar Masjidil Haram). Semua hadirin terpaku mendengarkan bacaan si Umar yang mendayu-dayu, termasuk ayah si Umar yang duduk di belakang.
”Stop. Kamu telah selesai membaca ayat 1 s/d 5 dengan sempurna. Sekarang coba kamu baca ayat 9.” kata pak Arief.
Lalu Umarpun membaca ayat 9.
”Stop, coba sekarang baca ayat 21. Lalu ayat 33.” kata pak Arief.
“Sekarang kamu baca ayat 40 (ayat terakhir).” kata pak Arief lagi.
“Subhanallah… kamu hafal Surat An-Naba’ dengan sempurna, nak!” teriak pak Arief sambil mengucurkan air matanya. Para hadirin yang muslimpun tak kuasa menahan airmatanya.
”Kenapa kamu memilih menghafal Al-Qur’an dan membacakannya di acara ini nak, sementara teman-temanmu unjuk kebolehan yang lain..?” tanya pak Arief.
"Begini, pak guru." sahut Umar. "Waktu saya malas mengaji dalam mengikuti pelajaran bapak, bapak menegur saya sambil menyampaikan sabda Rasulullah 'Barangsiapa membaca Al Qur’an, mempelajarinya, dan mengamalkannya, maka dipakaikan mahkota dari cahaya pada hari kiamat. Cahayanya seperti cahaya matahari dan kedua orang tuanya dipakaiakan dua jubah (kemuliaan) yang tidak pernah didapatkan di dunia. Keduanya bertanya, “Mengapa kami
dipakaikan jubah ini?” Dijawab, ”Karena kalian berdua memerintahkan anak kalian untuk mempelajari Al Qur’an.” (H.R. Al-Hakim)
Pak guru, saya ingin mempersembahkan Jubah Kemuliaan kepada ibu dan ayah saya di hadapan Allah di akherat kelak sebagai seorang anak yang berbakti kepada kedua orangtuanya.”
Semua orang terkesiap dan tidak bisa membendung air matanya mendengar ucapan anak berumur 10 tahun tersebut. Dan di tengah suasana hening itu, tiba-tiba terdengar teriakan dari belakang menuju ke panggung.
“Allahu Akbar..!!”
Ayah Umar lari tergopoh-gopoh dan langsung menubruk anaknya, bersimpuh sambil memeluk kaki anaknya.
”Ampuun, nak.. Maafkan ayah yang selama ini tidak pernah mendidikmu dengan ilmu agama, apalagi mengajarimu mengaji…” ucap sang ayah sambil menangis di kaki anaknya.
”Ayah menginginkan agar kamu sukses di dunia, nak. Ternyata kamu malah memikirkan Kemuliaan ayah di akherat kelak. Ayah maluuu, nak..."
Subhanallah.....
Sahabat..., kita tentu sangat ingin memiliki putera-puteri dan keturunan yang soleh dan soleha. Karenanya sahabat, mari tuntut pribadi-pribadi kita selaku orang tua tuk mau memulai, lanjut dan meningkatkan, dan terus berupaya tuk selalu menjaga dan meningkatkan ke-imanan kita masing-masing. Sebab kita lah Guru dan Tauladan terdekat dan pertama yang di miliki putera-puteri kita.
Sahabat... Tak mudah mendidik anak di jaman sekarang ini, karenanya...
Ingatlah baik-baik tuntunan dan nasehat agama yg kerap disampaikan kpda kita.
Jagalah makanan yg engkau berikan kpda orang-orang terkasihmu...
Sabar dan kasihlah dalam mengoreksi dan menuntunnya..
Tuntutlah dirimu lebih dahulu, dan terus menerus tuk selalu menjaga dan berupaya meningkatkan ketaqwaan, dan memperbaiki kekeliruan serta kekurangan amaliah mu...
Sering dan keraplah memohon ampun padaNya... Bertaubat, sebab kita kadang suka terlengah...
Serta utama dari segalanya adalah, senantiasalah memohon perolongan dan petunjukNya.
Sudah yah khawatir melantur...
Jujur lebih tepatnya untuk nasehati diri ini, dan memotivasinya tuk terus berupaya..
Semoga Allah Swt me-Ridhoi kita bersama.. Amiin.

Tidak ada komentar: