Jumat, 16 Maret 2012

Wanita Pertama yang Masuk Surga


Menurut Rasulullah SAW, wanita pertama yang masuk syurga bukanlah istrinya, melainkan Muti’ah. Sampai-sampai, Rasulullah menyarankan Fatimah untuk menirunya.

“Ya Fatimah, jika engkau ingin lebih dulu masuk syurga, maka contohlah Muti’ah. Datanglah padanya dan belajarlah padanya. Sesunguhnya Muti’ah itulah wanita yang lebih dulu masuk syurga,” kira-kira demikian Rasulullah berkata kepada Fatimah : Siapakah sesungguhnya Muti’ah ? 

Apakah istimewanya seorang Muti’ah ? 

Sehingga Rasul mengatakan bahwa dialah wanita yang lebih dulu masuk syurga ? 

Pertanyaan-pertanyaan ini bukan hanya muncul dipikiran jamaah yang mendengar dan pembaca sekalian, tapi Fatimah juga mungkin bertanya-tanya, siapa dan apa yang telah dilakukan seorang Muti’ah ?

Dalam lanjutan kisahnya, Fatimah akhirnya mendatangi rumah Muti’ah, seorang perempuan biasa dari rakyat kecil, istri dari seorang lelaki yang bekerja sebagai tenaga buruh di pasar. Tak ada yang istimewa di rumah Muti’ah. 

Kalaupun ada yang menarik perhatian Fatimah hanyalah, melihat sesuatu yang tergantung di dinding ruangan yang menurut Muti’ah di mana suaminya biasanya tidur. Benda-benda yang tergantung di tsb  adalah sehelai handuk, sebuah kipas dan sebilah rotan.

Setelah ditanya oleh Fatimah tentang benda-benda tsb, Mutiah lalu menjelaskan ;

Setiap kali suaminya pulang dari bekerja, badannya selalu penuh keringat karena memang ia bekerja sebagai buruh. “Handuk itu selalu aku gunakan untuk mengelap keringat yang mengalir diseluruh tubuh suamiku…setiap hari,” ujar Muti’ah.
Setelah keringatnya kering, suami Mutia’ah biasa berbaring sambil melepas lelah. “Saat berbaring itu, dengan kipas itulah aku selalu mengipas-mengipas tubuh suamiku yang kegerahan dan kecapaian, biasanya sampai ia tertidur… setiap hari,” Muti’ah menjelaskan fungsi kipas tsb.

Setelah bangun dari tidurnya, barulah suaminya pergi mandi sementara Muti’ah menyiapkan hidangan untuk makan.  ” Bagaimana pula dengan rotan?”

” Jika layananku tidak memuaskan hatinya. Aku rela dipukulnya.”  Mutia’ah selalu berkata,”Ya suamiku, hanya ini yang dapat aku hidangkan hari ini. Sekiranya tidak memenuhi seleramu, rotan itu masih tergantung di sana, maka pukulah aku dengan rotan itu … 
 ” Adakah dia sering memukulmu?”

 ” Tidak. Bahkan dia hanya memelukku di sisinya.”

” Engkau memang layak masuk syurga duluan,” bisik hati Fatimah.  

Tidak ada komentar: