Senin, 06 Februari 2012

Kesadaran untuk Memberi

Ibu itu tengah berdialog dengan anaknya yang bernama Aiko, keduanya tengah saling belajar tentang kemiskinan. Tapi sejatinya mereka tengah berdialog tentang kesadaran bahwa sebenarnya setiap kita bisa memberi. Kita sebenarnya tidak miskin.
"Apakah Kemiskinan itu Bu? Anak-anak di taman bilang kita miskin. Benarkah itu, Bu?" tanya sang anak.
"Tidak, kita tidak miskin, Aiko," jawab ibunya.
"Apakah kemisikinan itu?" Aiko, sang anak, bertanya lagi.
"Miskin berarti tidak mempunyai sesuatu apapun untuk diberikan kepada orang lain."
Aiko agak terkejut.
"Oh? Tapi kita memerlukan semua barang yang kita punyai, apakah yang dapat kita berikan?" katanya menyelidik.
"Kau ingatkah perempuan pedagang keliling yang ke sini minggu lalu? Kita memberinya sebagian dari makanan kita kepadanya. Karena ia tidak mendapat tempat menginap di kota, ia kembali ke sini dan kita memberinya tempat tidur."
"Kita menjadi bersempit-sempitan," jawab Aiko.
Tapi sang ibu tak kalah sigap. "Dan kita sering memberikan sebagian dari sayuran kita kepada keluarga Watari, bukan?" katanya.
"Ibulah yang memberinya. Hanya saya sendiri yang miskin. Saya tak punya apa-apa untuk saya berikan kepada orang lain."
Sang ibu tersenyum dan mengalihkan pandangan teduh pada anaknya, "Oh, kau punya. Setiap orang mempunyai sesuatu untuk diberikan kepada orang lain. Pikirkanlah hal itu dan kau akan menemukan sesuatu."
Tak lama setelah itu, sang anak pun mendapatkan jawabannya. "Bu! Saya mempunyai sesuatu untuk saya berikan. Saya dapat memberikan cerita-cerita saya kepada teman-teman saya. Saya dapat memberikan kepada mereka cerita-cerita dongeng yang saya dengan dan baca di sekolah."
"Tentu! Kau pintar bercerita. Bapakmu juga. Setiap orang senang mendengar cerita."
"Saya akan memberikan cerita kepada mereka, sekarang ini juga!"
"Silahkan Nak" Jawab Sang Ibu

Tidak ada komentar: