Jika benar kita ini akan mati mengapa pula kita cuba menjauhinya.
Bukankah lebih baik kita bersedia menghadapinya.
Jika benar mati itu pasti, mengapa pula kita masih berdiri dengan ego sendiri seolah-olah kita sudah tahu sakitnya mati.
Kita takut mati kerana tidak cukup lagi amal yang hendak dibawa sedangkan kita tahu yang kita tidak pernah mau menambah amal.
Mungkin hakikat sebenarnya kita takut mati kerana berpisahnya kita dengan dunia yang kita diami dan hilangnya keterikatan dengan orang yang kita cintai.
Jika benar kita bijak, mengapa pula kita sering membuat keputusan yang salah.
Kita sering menggunakan apa yang kita panggil kepandaian untuk membuat satu-satu keputusan. Kita kemudian cukup yakin yang keputusan yang kita buat itu adalah yang terbaik.
Namun hakikat sebenar ialah kita tidak pernah tahu sebenarnya apakah yang terbaik untuk kita.
Kita tidak pernah tahu bagaimanakah masa depan kita yang sebenarnya.
Kita membuat keputusan berdasarkan pengalaman dan pengetahuan yang kita ada.
Justeru tidak layak untuk kita mengatakan itu yang terbaik kerana yang terbaik hanyalah ada pada pengetahuan Allah yang Maha Esa.
Jika benar kita beribadah kerana Allah swt, mengapa pula kita sering bercerita akan kedudukan kita di sisi Allah swt.
Bukankah kita hanya perlu beribadah tanpa perlu kita memikirkannya kerana Allah swt lebih tahu kelayakan kita.
Kita seringkali ego dalam melaksanakan ibadah.
Kita merasakan yang ibadah kita lebih sempurna dari yang lain sedang kita lupa ketidaksempurnaan itu adalah sempurnanya manusia.
Jika kita merasakan yang kita sudah sempurna maka kita sudah merosakkan kesempuranaan manusia itu.
Tiada siapa yang tahu sejauh mana kesempurnaan ibadah mereka melainkan Allah swt.
Justeru itu, bagaimanakah kita boleh mengadili ibadah kita sebagai sempurna atau kita menghakimi ibadah orang lain kurang sempurna.
Jika benar kita berharap kepada Allah swt, mengapa kita masih terdetik di dalam hati ada yang lain untuk bergantung harap.
Kita mengatakan hanya Allah swt tempat kita memohon dan tempat kita berharap.
Namun apabila datang sesuatu hal, kita mula coba menyelesaikan masalah yang mendatang itu dengan mencari orang yang dapat membantu menyelesaikan.
Kita coba sedaya upaya mencari jalan keluar tanpa sadar Allah swt lebih mengetahui apa yang perlu kita lakukan untuk menyelesaikan masalah.
Kita lebih percaya apa yang kita lihat dari apa yang dijanjikan Allah swt.
Jika benar kita Allah swt maha penyembuh, mengapa pula apabila datang kesakitan, kita lupa untuk merujuk kepadaNya apakah obat yang sesuai untuk kita.
Mengapa harus kita terus mencari obat yang belum tentu sesuai untuk kita tanpa meminta petunjuk dari Allah swt.
Kita yakin Allah swt maha pemyembuh namun jujurnya jauh di dalam sudut hati, obat itu adalah penyembuh.
Tidak pula saya mengatakan kita tidak perlu berobat tetapi sandaran penyembuhan itu secara tidak sadar sering diletakkan pada uobat yang sebenarnya hanyalah asbab.
Bukankah lebih baik kita meletakkan penyembuhan itu milik allah swt dan obat itu hanyalah sebab musabab terjadinya penyembuhan.
Bukankah lebih indah jika sedianya dilakukan secara jujur dengan hati dan rasa.
Jika benar kita mencintai Allah, mengapakah di dalam hati masih ada ruang duniawi yang banyak. Kita katakan bahawa Allah swt dan rasul menempat di tangga teratas dalam hati sanubari.
Namun sedianya hanya kata karena rasa tidak pula bersetuju.
Rasa cinta terhadap yang lain lebih tinggi nilainya dari nilai cinta kepada Allah swt dan rasul, bagaimana mungkin rasa menipu sedangkan rasa sentiasa berkata benar.
Benar kata belum tentu benar rasa… benar rasa sudah tentu benar kata.
Kita perlu melihat ke dalam diri, sejauh mana kebenaran kata berbanding rasa.
Jika benar kita hidup berTuhan, mengapa kita sering melalaikan Allah swt.
Orang yang hidup berTuhan akan menjauhi sifat ego bahkan yang paling halus.
Orang yang hidupnya berTuhan akan membuat orang lain gembira dan tenang di sisinya kerana sifatnya yang pengasih.
Kita katakan yang kita berTuhan tetapi tanpa sadar kita sering memakai selendangNya.
Kita sombong dengan apa yang kita ada, kita merasakan kita lebih kenal Tuhan dari yang lain. Jika benar kita berTuhan dan mencintaiNya, mengapakan harus kita bercerita tentang rahasiaNya di khalayak sedangkan rahsia tetaplah rahsia.
Jika benar kita punya ilmu yang banyak, mengapa kita terhijab dari lebih memahami siapakah diri kita di sisi Allah swt.
Bukankah ilmu yang bagus itu membawa kepada kerendahan hati dan menjadikan kita manusia yang lebih menghormati orang lain.
Bukankah ilmu sebenar ilmu itu adalah belajar untuk tidak berilmu yang bermaksud ilmu untuk belajar untuk bergantung harap kepada Maha Empunya ilmu.
Kita sering terhijab dengan banyaknya ilmu yang kita pelajari hingga kita kadangkala menongkat langit.
Kita mungkin terlupa jika kita merasakan diri kita hebat, kita tidak mungkin sehebat ikan di laut yang tidak asin walaupun laut itu asin…
kita tidak mampu terbang setinggi burung tanpa bantuan alat… kita masih takut gigitan semut yang jauh lebih kecil dari manusia.
Jika benar kita ingin berubah… berubahlah dari jiwa yang tidak tenang kepada jiwa yang tenang. Tenang pula hanya datang dengan meningati Allah swt dengan sebenar-benar ingat.
Apabila jika sudah tenang maka berlakukan perubahan dalam kehidupan… berubahlah kegelapan kepada terang… lenyaplah ego timbullah kehambaan… robohlah ketergesaan berganti kerinduan.
Kerinduan yang terbit dari cinta nan sejati… cinta yang tidak berbelah bagi… hanya kepada Ilahi bukan diri sendiri. Jika benar… jika benar…
Allhumma Waffiqna
Tidak ada komentar:
Posting Komentar