dikisahkan, ada seorang raja perkasa yang hobi berburu. Selagi berburu, kudanya meringkik sembari mengangkat kaki ke atas. Raja kaget, lalu terpelanting. Kelingkingnya putus. Raja marah. “Sudahlah Paduka. Kalau kena musibah, lebih baik bersyukur saja,” ujar seorang penasihatnya.
Raja bukannya luluh malah tamba
h
murka. Dengan lantang berteriak : ‘Penjarakan penasihat goblok ini!’
Para pengawal yang selalu taat, tabu untuk membantah, melaksanakan
perintah itu. Sang penasihat pun dijebloskan ke penjara.
Lima tahun kemudian, kala berburu, raja ini ditangkap suku primitif. Pria gagah berkulit putih mulus ini akan dipersembahkan pada dewa. Hanya saja, setelah diteliti, lho, kelingkingnya terpotong. Cacat. Suku primitif tersebut membatalkan niatnya untuk mengeksekusi raja. Sebagai penggantinya, pengawalnya yang tidak cacat dijadikan korban. Pengawal itu dieksekusi, dan rajanya dipulangkan.
Setelah itu raja menyadari kekhilafannya. Penasihat yang dulu dipenjara itu pun dilepaskan. “Ananda memang harus bersyukur tidak memiliki kelingking,” kata Raja, mengakui kesalahannya. Ternyata, sang penasihat pun bersyukur, “Kalau saja saya tidak dipenjarakan oleh Paduka, mungkin, hamba sudah menggantikan Paduka sebagai tumbal.”
wallahu a'lam
Lima tahun kemudian, kala berburu, raja ini ditangkap suku primitif. Pria gagah berkulit putih mulus ini akan dipersembahkan pada dewa. Hanya saja, setelah diteliti, lho, kelingkingnya terpotong. Cacat. Suku primitif tersebut membatalkan niatnya untuk mengeksekusi raja. Sebagai penggantinya, pengawalnya yang tidak cacat dijadikan korban. Pengawal itu dieksekusi, dan rajanya dipulangkan.
Setelah itu raja menyadari kekhilafannya. Penasihat yang dulu dipenjara itu pun dilepaskan. “Ananda memang harus bersyukur tidak memiliki kelingking,” kata Raja, mengakui kesalahannya. Ternyata, sang penasihat pun bersyukur, “Kalau saja saya tidak dipenjarakan oleh Paduka, mungkin, hamba sudah menggantikan Paduka sebagai tumbal.”
wallahu a'lam