Kamis, 06 September 2012

Pembatal Keislaman (6): Mengolok-olok Perkara Agama

Oleh: Asy Syaikh Shalih bin Fauzan Al Fauzan

Pembatal keenam:
Barangsiapa memperolok-olok (mengejek) sesuatu dari agama Rasul shallallahu alaihi wasallam (Islam) atau mengejek pahala Allah atau siksa-Nya, maka dia telah kafir











Penjelasan:
Yang keenam dari jenis-jenis kemurtadan adalah memperolok-olok terhadap yang telah Allah turunkan atau menghina sesuatu yang dibawa Rasulullah shallallahu alaihi wasallam meskipun hal itu termasuk perkara-perkara yang disunnahkan dan dianjurkan seperti bersiwak, memotong kumis, mencabut bulu ketiak dan memotong kuku, Apabila seseorang memperolok-oloknya, maka dia menjadi kafir. Dalil yang menunjukkan hal tersebut adalah firman Allah subhanahu wata’ala:
وَلَئِنْ سَأَلْتَهُمْ لَيَقُولُنَّ إِنَّمَا كُنَّا نَخُوضُ وَنَلْعَبُ قُلْ أَبِاللَّهِ وَآيَاتِهِ وَرَسُولِهِ كُنْتُمْ تَسْتَهْزِئُونَ * لا تَعْتَذِرُوا قَدْ كَفَرْتُمْ بَعْدَ إِيمَانِكُمْ
“Dan jika kamu tanyakan kepada mereka (tentang apa yang mereka lakukan itu) tentulah mereka akan menjawab: ”Sesungguhnya kami hanya bersenda gurau dan bermain-main saja.” Katakanlah: “Apakah terhadap Allah, ayat-ayat-Nya dan Rasul-Nya kalian berolok-olok? Tidak usah kalian meminta maaf, karena sungguh kalian telah kafir sesudah beriman.” (At Taubah: 65-66)
Maka orang yang memperolok-olok sedikit saja dari perkara yang dibawa oleh Rasulullah shallallahu alaihi wasallam baik perkara tersebut perkara yang fardhu ataupun sunnah, maka sungguh dia telah menjadi murtad dari agama Islam.
Lalu apa pendapat kalian terhadap orang yang mengatakan: “Membiarkan jenggot, merapikan kumis, mencabut bulu ketiak dan mencuci jari-jari, ini semua adalah kulit luar saja.” Ini adalah pengolok-olokan terhadap agama Allah.
Apabila mereka mengucapkan hal ini, walaupun mereka mengamalkannya maka sungguh mereka telah murtad dari agama ini, karena ini adalah sikap meremehkan terhadap apa yang dibawa oleh Rasulullah shallallahu alaihi wasallam, maka yang wajib bagi kita adalah mengagungkan sunnah Rasulullah shallallahu alaihi wasallam dan memuliakannya, sampaipun apabila seorang manusia terjatuh dalam suatu perkara yang menyelisihi agama ini karena hawa nafsunya, maka seharusnya dia tetap menghormati sunnah Rasulullah shallallahu alaihi wasallam dan memuliakan sunnah serta memuliakan hadits-hadits dan tidak mengatakan “ini hanya kulit luar saja.”
Dan dalilnya firman Allah:
وَلَئِنْ سَأَلْتَهُمْ لَيَقُولُنَّ إِنَّمَا كُنَّا نَخُوضُ وَنَلْعَبُ قُلْ أَبِاللَّهِ وَآيَاتِهِ وَرَسُولِهِ كُنْتُمْ تَسْتَهْزِئُونَ * لا تَعْتَذِرُوا قَدْ كَفَرْتُمْ بَعْدَ إِيمَانِكُمْ
“Dan jika kamu tanyakan kepada mereka (tentang apa yang mereka lakukan itu) tentulah mereka akan menjawab: ”Sesungguhnya kami hanya bersenda gurau dan bermain-main saja.” Katakanlah: “Apakah terhadap Allah, ayat-ayat-Nya dan Rasul-Nya kalian berolok-olok? Tidak usah kalian meminta maaf, karena sungguh kalian telah kafir sesudah beriman.” (At Taubah: 65-66)

Penjelasan:
Sebab turun ayat ini, bahwasanya ada sekelompok manusia yang dahulu bersama Rasulullah shallallahu alaihi wasallam dalam perang Tabuk dan mereka adalah muslimin, kemudian dalam suatu majelis mereka mengatakan: “Kita tidak pernah melihat seperti para qurro’ (pembaca-pembaca) kita ini yang paling dusta lisannya, paling buncit perutnya (paling rakus dalam makan), paling penakut ketika bertemu musuh”, mereka memaksudkan dengan ucapannya itu adalah Rasulullah shallallahu alaihi wasallam dan para sahabatnya. Dan bersama mereka ada seorang pemuda dari kalangan sahabat, maka dia marah dengan ucapan mereka ini, kemudian dia pergi dan menyampaikan apa yang diucapkan kaum tersebut kepada Rasulullah shallallahu alaihi wasallam dan dia mendapati wahyu telah turun mendahuluinya.
Maka datanglah kaum tersebut kepada Rasulullah shallallahu alaihi wasallam untuk meminta maaf tatkala mereka mengetahui bahwa Rasullah shallallahu alaihi wasallam telah mengetahui apa yang terjadi pada majelis mereka. Dan berdirilah salah seorang dari mereka dan bergantungan di tali pelana onta Rasulullah shallallahu alaihi wasallam dalam keadaan beliau mengendarainya, orang tersebut mengatakan: “Wahai Rasulullah sesungguhnya kami hanya berbincang-bincang untuk menghilangkan keletihan dalam perjalanan, kami tidak memaksudkan untuk memperolok-olok, kami hanya bersenda gurau,” dalam keadaan Rasulullah shallallahu alaihi wasallam tidak menoleh sedikitpun kepadanya dan beliau hanya membacakan atasnya ayat ini:
وَلَئِنْ سَأَلْتَهُمْ لَيَقُولُنَّ إِنَّمَا كُنَّا نَخُوضُ وَنَلْعَبُ قُلْ أَبِاللَّهِ وَآيَاتِهِ وَرَسُولِهِ كُنْتُمْ تَسْتَهْزِئُونَ* لا تَعْتَذِرُوا قَدْ كَفَرْتُمْ بَعْدَ إِيمَانِكُمْ
“Dan jika kamu tanyakan kepada mereka (tentang apa yang mereka lakukan itu) tentulah merela akan menjawab: ”Sesungguhnya kami hanya bersenda gurau dan bermain-main saja.” Katakanlah: “Apakah terhadap Allah, ayat-ayat-Nya dan Rasul-Nya kalian berolok-olok? Tidak usah kalian meminta maaf, karena sungguh kalian telah kafir sesudah beriman.” (At Taubah: 65-66)
Perhatikanlah firman Allah subhanahu wata’ala:
قَدْ كَفَرْتُمْ بَعْدَ إِيمَانِكُمْ
“sungguh kalian telah kafir sesudah beriman.”
Ini menunjukkan bahwasanya sebelum ucapan ini mereka adalah orang-orang yang beriman, maka tatkala mereka mengucapkannya mereka menjadi murtad dari Islam. Padahal mereka mengatakan: “Ini hanya senda gurau” karena perkara-perkara agama ini tidak boleh dibuat senda gurau dan main-main. Sungguh Allah telah mengkafirkan mereka setelah keimanan mereka. Kita memohon keselamatan kepada Allah.
Hal ini merupakan dalil bahwa barangsiapa mencela Allah, Rasul-Nya, Kitab-kitab-Nya atau sedikit saja dari Al-Qur’an atau Sunnah Rasulullah shallallahu alaihi wasallam, maka dia telah murtad dari Islam walaupun hanya senda gurau, lalu dimana orang-orang yang mengatakan: “Sesungguhnya dia tidak murtad melainkan apabila dia telah meniatkan dari hatinya? Seandainya ada orang yang mencela Allah, Rasulullah shallallahu alaihi wasallam atau Al-Qur’an, kita tidak boleh menghukuminya kecuali apabila dia meyakininya, kita tidak menghukuminya hanya semata-mata dengan ucapannya, lafadznya atau perbuatannya.”
Dari mana mereka mendatangkan ucapan semacam ini dan kertentuan ini?! Padahal Allah telah menghukumi mereka murtad sedangkan mereka mengatakan: “kami hanya bersenda gurau dan bermain-main” mereka orang-orang yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya serta bertauhid, akan tetapi tatkala mereka mengucapkan perkataan seperti ini Allah subhanahu wata’ala berfirman:
قَدْ كَفَرْتُمْ بَعْدَ إِيمَانِكُمْ
“Sungguh kalian telah kafir sesudah beriman.”
Dan Allah tidaklah berfirman: “jika kalian meyakini hal ini”,kita memohon keselamatan kepada Allah. Maka yang wajib adalah kita mendudukkan perkara-perkara pada tempatnya dan tidak boleh memasukkan padanya tambahan-tambahan atau pengurangan atau ketentuan-ketentuan dari diri kita sendiri.
Allah tidak bertanya tentang keyakinan mereka dan tidak menyebutkan bahwa mereka meyakininya, tetapi Allah menghukumi mereka dengan kemurtadan setelah keimanan mereka,
قَدْ كَفَرْتُمْ بَعْدَ إِيمَانِكُمْ
“Sungguh kalian telah kafir sesudah iman.”
Allah sebutkan kekafiran mereka akibat dari ucapan mereka dan pengolok-olokan mereka dan Allah tidak mengaitkannya dengan ketentuan-ketentuan ini (harus atas dasar keyakinan mereka). Seorang manusia apabila mengucapkan kalimat kekafiran dalam keadaan dia tidak dipaksa maka dihukumi murtad, adapun apabila dia dalam keadaan dipaksa maka tidak murtad.

(Dinukil untuk Blog Ulama Sunnah www.ulamasunnah.wordpress.com dari 10 Pembatal Keislaman, karya Asy-Syaikh Shalih Al-Fauzan, penerjemah: Al-Ustadz Abu Hamzah Abdul Majid, Penerbit Cahaya Ilmu Press, Yogyakarta)