Oleh: Asy Syaikh Shalih bin Fauzan Al Fauzan
Pembatal keenam:
Barangsiapa memperolok-olok (mengejek) sesuatu dari agama Rasul
shallallahu alaihi wasallam (Islam) atau mengejek pahala Allah atau
siksa-Nya, maka dia telah kafir
Penjelasan:
Yang keenam dari jenis-jenis kemurtadan adalah memperolok-olok terhadap
yang telah Allah turunkan atau menghina sesuatu yang dibawa Rasulullah
shallallahu alaihi wasallam meskipun hal itu termasuk perkara-perkara
yang disunnahkan dan dianjurkan seperti bersiwak, memotong kumis,
mencabut bulu ketiak dan memotong kuku, Apabila seseorang
memperolok-oloknya, maka dia menjadi kafir. Dalil yang menunjukkan hal
tersebut adalah firman Allah subhanahu wata’ala:
وَلَئِنْ سَأَلْتَهُمْ لَيَقُولُنَّ إِنَّمَا كُنَّا نَخُوضُ وَنَلْعَبُ
قُلْ أَبِاللَّهِ وَآيَاتِهِ وَرَسُولِهِ كُنْتُمْ تَسْتَهْزِئُونَ * لا
تَعْتَذِرُوا قَدْ كَفَرْتُمْ بَعْدَ إِيمَانِكُمْ
“Dan jika kamu tanyakan kepada mereka (tentang apa yang mereka
lakukan itu) tentulah mereka akan menjawab: ”Sesungguhnya kami hanya
bersenda gurau dan bermain-main saja.” Katakanlah: “Apakah terhadap
Allah, ayat-ayat-Nya dan Rasul-Nya kalian berolok-olok? Tidak usah
kalian meminta maaf, karena sungguh kalian telah kafir sesudah beriman.”
(At Taubah: 65-66)
Maka orang yang memperolok-olok sedikit saja dari perkara yang dibawa
oleh Rasulullah shallallahu alaihi wasallam baik perkara tersebut
perkara yang fardhu ataupun sunnah, maka sungguh dia telah menjadi
murtad dari agama Islam.
Lalu apa pendapat kalian terhadap orang yang mengatakan: “Membiarkan
jenggot, merapikan kumis, mencabut bulu ketiak dan mencuci jari-jari,
ini semua adalah kulit luar saja.” Ini adalah pengolok-olokan terhadap
agama Allah.
Apabila mereka mengucapkan hal ini, walaupun mereka mengamalkannya
maka sungguh mereka telah murtad dari agama ini, karena ini adalah sikap
meremehkan terhadap apa yang dibawa oleh Rasulullah shallallahu alaihi
wasallam, maka yang wajib bagi kita adalah mengagungkan sunnah
Rasulullah shallallahu alaihi wasallam dan memuliakannya, sampaipun
apabila seorang manusia terjatuh dalam suatu perkara yang menyelisihi
agama ini karena hawa nafsunya, maka seharusnya dia tetap menghormati
sunnah Rasulullah shallallahu alaihi wasallam dan memuliakan sunnah
serta memuliakan hadits-hadits dan tidak mengatakan “ini hanya kulit
luar saja.”
Dan dalilnya firman Allah:
وَلَئِنْ سَأَلْتَهُمْ لَيَقُولُنَّ إِنَّمَا كُنَّا نَخُوضُ وَنَلْعَبُ
قُلْ أَبِاللَّهِ وَآيَاتِهِ وَرَسُولِهِ كُنْتُمْ تَسْتَهْزِئُونَ * لا
تَعْتَذِرُوا قَدْ كَفَرْتُمْ بَعْدَ إِيمَانِكُمْ
“Dan jika kamu tanyakan kepada mereka (tentang apa
yang mereka lakukan itu) tentulah mereka akan menjawab: ”Sesungguhnya
kami hanya bersenda gurau dan bermain-main saja.” Katakanlah: “Apakah
terhadap Allah, ayat-ayat-Nya dan Rasul-Nya kalian berolok-olok? Tidak
usah kalian meminta maaf, karena sungguh kalian telah kafir sesudah
beriman.” (At Taubah: 65-66)
Penjelasan:
Sebab turun ayat ini, bahwasanya ada sekelompok manusia yang dahulu
bersama Rasulullah shallallahu alaihi wasallam dalam perang Tabuk dan
mereka adalah muslimin, kemudian dalam suatu majelis mereka mengatakan:
“Kita tidak pernah melihat seperti para qurro’ (pembaca-pembaca) kita
ini yang paling dusta lisannya, paling buncit perutnya (paling rakus
dalam makan), paling penakut ketika bertemu musuh”, mereka memaksudkan
dengan ucapannya itu adalah Rasulullah shallallahu alaihi wasallam dan
para sahabatnya. Dan bersama mereka ada seorang pemuda dari kalangan
sahabat, maka dia marah dengan ucapan mereka ini, kemudian dia pergi dan
menyampaikan apa yang diucapkan kaum tersebut kepada Rasulullah
shallallahu alaihi wasallam dan dia mendapati wahyu telah turun
mendahuluinya.
Maka datanglah kaum tersebut kepada Rasulullah shallallahu alaihi
wasallam untuk meminta maaf tatkala mereka mengetahui bahwa Rasullah
shallallahu alaihi wasallam telah mengetahui apa yang terjadi pada
majelis mereka. Dan berdirilah salah seorang dari mereka dan
bergantungan di tali pelana onta Rasulullah shallallahu alaihi wasallam
dalam keadaan beliau mengendarainya, orang tersebut mengatakan: “Wahai
Rasulullah sesungguhnya kami hanya berbincang-bincang untuk
menghilangkan keletihan dalam perjalanan, kami tidak memaksudkan untuk
memperolok-olok, kami hanya bersenda gurau,” dalam keadaan Rasulullah
shallallahu alaihi wasallam tidak menoleh sedikitpun kepadanya dan
beliau hanya membacakan atasnya ayat ini:
وَلَئِنْ سَأَلْتَهُمْ لَيَقُولُنَّ إِنَّمَا كُنَّا نَخُوضُ وَنَلْعَبُ
قُلْ أَبِاللَّهِ وَآيَاتِهِ وَرَسُولِهِ كُنْتُمْ تَسْتَهْزِئُونَ* لا
تَعْتَذِرُوا قَدْ كَفَرْتُمْ بَعْدَ إِيمَانِكُمْ
“Dan jika kamu tanyakan kepada mereka (tentang apa yang mereka
lakukan itu) tentulah merela akan menjawab: ”Sesungguhnya kami hanya
bersenda gurau dan bermain-main saja.” Katakanlah: “Apakah terhadap
Allah, ayat-ayat-Nya dan Rasul-Nya kalian berolok-olok? Tidak usah
kalian meminta maaf, karena sungguh kalian telah kafir sesudah beriman.”
(At Taubah: 65-66)
Perhatikanlah firman Allah subhanahu wata’ala:
قَدْ كَفَرْتُمْ بَعْدَ إِيمَانِكُمْ
“sungguh kalian telah kafir sesudah beriman.”
Ini menunjukkan bahwasanya sebelum ucapan ini mereka adalah
orang-orang yang beriman, maka tatkala mereka mengucapkannya mereka
menjadi murtad dari Islam. Padahal mereka mengatakan: “Ini hanya senda
gurau” karena perkara-perkara agama ini tidak boleh dibuat senda gurau
dan main-main. Sungguh Allah telah mengkafirkan mereka setelah keimanan
mereka. Kita memohon keselamatan kepada Allah.
Hal ini merupakan dalil bahwa barangsiapa mencela Allah, Rasul-Nya,
Kitab-kitab-Nya atau sedikit saja dari Al-Qur’an atau Sunnah Rasulullah
shallallahu alaihi wasallam, maka dia telah murtad dari Islam walaupun
hanya senda gurau, lalu dimana orang-orang yang mengatakan:
“Sesungguhnya dia tidak murtad melainkan apabila dia telah meniatkan
dari hatinya? Seandainya ada orang yang mencela Allah, Rasulullah
shallallahu alaihi wasallam atau Al-Qur’an, kita tidak boleh
menghukuminya kecuali apabila dia meyakininya, kita tidak menghukuminya
hanya semata-mata dengan ucapannya, lafadznya atau perbuatannya.”
Dari mana mereka mendatangkan ucapan semacam ini dan kertentuan ini?!
Padahal Allah telah menghukumi mereka murtad sedangkan mereka
mengatakan: “kami hanya bersenda gurau dan bermain-main” mereka
orang-orang yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya serta bertauhid,
akan tetapi tatkala mereka mengucapkan perkataan seperti ini Allah
subhanahu wata’ala berfirman:
قَدْ كَفَرْتُمْ بَعْدَ إِيمَانِكُمْ
“Sungguh kalian telah kafir sesudah beriman.”
Dan Allah tidaklah berfirman: “jika kalian meyakini hal ini”,kita
memohon keselamatan kepada Allah. Maka yang wajib adalah kita
mendudukkan perkara-perkara pada tempatnya dan tidak boleh memasukkan
padanya tambahan-tambahan atau pengurangan atau ketentuan-ketentuan dari
diri kita sendiri.
Allah tidak bertanya tentang keyakinan mereka dan tidak menyebutkan
bahwa mereka meyakininya, tetapi Allah menghukumi mereka dengan
kemurtadan setelah keimanan mereka,
قَدْ كَفَرْتُمْ بَعْدَ إِيمَانِكُمْ
“Sungguh kalian telah kafir sesudah iman.”
Allah sebutkan kekafiran mereka akibat dari ucapan mereka dan
pengolok-olokan mereka dan Allah tidak mengaitkannya dengan
ketentuan-ketentuan ini (harus atas dasar keyakinan mereka). Seorang
manusia apabila mengucapkan kalimat kekafiran dalam keadaan dia tidak
dipaksa maka dihukumi murtad, adapun apabila dia dalam keadaan dipaksa
maka tidak murtad.
(Dinukil untuk Blog Ulama Sunnah www.ulamasunnah.wordpress.com dari
10 Pembatal Keislaman, karya Asy-Syaikh Shalih Al-Fauzan, penerjemah:
Al-Ustadz Abu Hamzah Abdul Majid, Penerbit Cahaya Ilmu Press,
Yogyakarta)