Jumat, 09 September 2011

HUKUM SHALAT BERJAMA'AH

KEDUDUKAN HUKUM BERJAMA'AH
IMAM YANG ADA DI LANTAI BAWAH DAN MA'MUM DI LANTAI ATAS, ATAU SEBALIKNYA, TIDAK DAPAT MELIHAT IMAM, HANYA SUARANYA SAJA YANG TERDENGAR.

Pertanyaan pada Pengajian Ahad Pagi
Masjid Quba, Pd. Maharta  Tangerang (19 April 2009)
HM. FAKHRUDDIN AL BANTANI


Ass. Wr. Wb.
Pak ust, Bagaimana hukumnya sholat berjama'ah tetapi makmum tidak bisa melihat imam/ atau tidak bisa melihat ma'mum terakhir, karena terhalang tembok / lantai atas yang tertutup semua, Tetapi makmum tsb bisa melihat monitor/ TV/ mendengar suara imam. sahkah sholatnya ma'mum tsb?
(Wassalam, SUWADI)

JAWABAN :

Wa'alaikum salam Wr. Wb.
Sebelum kami menjawab pertanyaan bapak, kami ingin memberikan apresiasi atas keingintahuan bapak terhadap hukum agama, khususnya tentang ibadah shalat berkenaan dengan berjama'ah, yang fadhilahnya tentu kita telah banyak mengetahuinya. saya yakin, ini berangkat dari prinsip bapak dan kita semua bahwa : "Mengerjakan suatu ibadah tanpa ada dasar ilmunya dapat mengakibatkan ibadah itu menjadi sia-sia alias mardudah". Semoga makin hari bapak dan kita semua diberikan kemauan yang kuat untuk menuntut ilmu dan diberikan kekuatan oleh Allah SWT untuk mengamalkannya. Amiin.

Diantara syarat sah menjadi ma'mum, adalah mengatahui akan pindahnya imam dari satu rukun ke rukun yang lainnya. Mengetahuinya itu, baik dengan melihat sendiri atau melihat sebagian shaf, atau mendengar suara imam atau suara muballigh yang tsiqoh (terpercaya).
Dan kalau salah seorang daripada ma'mum atau imam berada di ruangan bawah dan yang lainnya di ruangan atas atau sebaliknya, maka hukumnya adalah :

- Bila ruangan bawah dan ruangan atas dua-duanya masjid, maka disyaratkan –disamping mengetahui pindah-pindahnya imam dari satu rukun ke rukun yang lainnya dan tidak mendahuluinya ma'mum atas imam pada tempat berdiri- adanya tangga penghubung yang menghubungkan antara dua ruangan tersebut, sehingga ma'mum dapat sampai menuju imam, meskipun tangga penghubung itu adanya dibelakang.  

- Bila ruangan atas masjid dan ruangan bawah bukan masjid atau sebaliknya, maka disyaratkan –disamping mengetahui pindah-pindahnya imam dari satu rukun ke rukun yang lainnya dan tidak mendahuluinya ma'mum atas imam pada tempat berdiri- adanya tangga penghubung yang menghubungkan antara dua ruangan tersebut di bagian depan, sehingga ma'mum dapat sampai menuju imam tanpa membelakangi kiblat  atau memutar. Dan juga jarak antara keduanya tidak lebih dari 300 hasta (+ 150 Meter)     

Jadi, jawaban kami untuk pertanyaan bapak, adalah sah mengikutnya ma'mum yang mengetahui pindah-pindahnya imam dari satu rukun kepada rukun yang lainnya, melalui pengeras suara atau TV monitor yang ada pengeras suaranya itu asalkan ada penghubung antara ruangan ma'mum yang di atas dengan imam yang di bawah atau sebaliknya, penghubungnya dengan tangga atau seumpamanya.  

Sebagai landasan jawaban, kami ingin membacakan firman Allah SWT dan hadits Nabi, sebelum pendapat-pendapat para ulama yang masyhur-masyhur, adalah sebagai berikut :
قال تعالى : وما ءاتاكم الرسول فخذوه وما نهاكم عنه فانتهوا [الحشر : 7]
Artinya : apa yang didatangkan Rasul kepadamu maka ambillah dan apa yang dilarangnya bagimu maka tinggalkanlah. ( QS. Al Hasyr : 7)

قال تعالى : فاسئلوا أهل الذكر ان كنتم لا تعلمون [النحل : 43]
Artinya : maka bertanyalah kepada orang yang mempunyai ilmu jika kamu tidak mengetahui. (QS. An Nahl : 43)
عن عائشة رضى الله عنها قالت : صلى النبي صلى الله عليه وآله وسلم فى حجرتى ، والناس يأتمون به من وراء الحجرة ، يصلون بصلاته

Artinya : Diriwayatkan dari Siti Aisyah r.a ia berkata : " Nabi SAW pernah shalat di kamarku, dan orang-orang berma'mum kepadanya dari balik kamar, mereka shalat mengikut  dengan  shalatnya Nabi. (HR. Al Bukhori dan Ahmad Bin Hanbal)

Hadits di atas menunjukkan bahwa boleh berma'mum kepada Imam meskipun antara keduanya terhalang tembok dan lainnya.

Karena yang mengerti maksud Nabi adalah ulama, baiklah di sini saya akan melanjutkan dengan komentar-komentar dan pandangan para ulama tentang jawaban pertanyaan bapak, agar lebih yakin dan lebih jelas. 

Al Imam Nawawi dalam kitabnya Al Majmu' Syarah Al Muhadzzab jilid 4 halaman 134, menghikayatkan ijma' ulama tentang masalah ini, kesimpulannya adalah sebagai berikut :

اذا تباعدت الصفوف عن الامام وكانت الصلاة فى المسجد صح الاقتداء اذا علم المأموم صلاة الامام سواء حال بينهما حائل أم لا وسواء قربت المسافة بينهما أم بعدت لكبر المسجد وسواء اتحد البناء ام اختلف كصحن المسجد وصفته وسرداب فيه وبئر مع سطحه وساحته ، فى كل هذه الصور وما أشبهها تصح الصلاة اذا علم صلاة الامام ولم يتقدم عليه سواء كان المأموم أعلى من الامام  أو أسفل منه ولا خلاف فى هذا  ونقل أصحابنا فيه اجماع المسلمين  

Artinya : Apabila shaf itu jauh dari imam dan shalatnya di masjid, maka shah pengikutan itu , bila ma'mum mengetahui akan shalatnya imam . sama saja apakah terhalang oleh penghalang antara keduanya atau tidak, sama saja apakah jarak keduanya dekat atau jauh karena besarnya masjid, sama saja, apakah sama ruangan ma'mum dan imam  atau  berbeda, seperti bagian tengan masjid, atau terasnya, atau grounnya dan sumurnya, serta ruangan ruangan atasnya dan halaman atasnya. Pada gambaran-gamabaran ini dan seumpamanya, maka sah shalat itu bila ma'mum mengetahui shalatnya imam dan tidak mendahului barisannya atas imam. Sama ada ma'mum itu lebih tinggi dari imam atau di bawah. Dan tidak ada perbedaan pendapat dikalangan ulama tentang masalah ini. Dan para ashab syafi'I menukilkan akan adanya ijma'ulama muslimin tentang masalah ini.

Tersebut dalam kitab Al Yaqut An Nafiis, karya  As Syeikh Sayyid Ahmad bin Umar As Syathry Al Husainy , hal 46 sebagai berikut :

وأن يعلم انتقالات إمامه [بأن يراه أو يرى بعض المأمومين أو يسمع صوتا ولو من مبلغ ولو غير مصل] وأن يجتمعا فى مسجد [وإن بعدت المسافة وحالت الأبنية لكن بشرط إمكان المرور العادى من كل من محليهما الى الآخر ولو بازورار وانعطاف ]
Artinya : Dan diantara syarat sah berjama'ah yaitu, hendaklah ma'mum mengetahui pindah-pindahnya imam dari satu rukun ke rukun yang lainnya. Ma'mum mengetahuinya dengan cara ia melihat sendiri, atau melihat sebagian ma'mum, atau mendengar suara, meskipun dari muballigh dan meskipun muballignya itu tidak shalat. Dan diantara syarat sah berjama'ah yaitu, hendaklah keduanya (ma'mum dan Imam) berkumpul dalam satu masjid. Meskipun jaraknya jauh dan terhalang oleh bangunan-bangunan (seperti yang satu pada lantai bawah dan yang satunya pada lantai atas) tetapi dengan syarat dimungkinkan berjalan yang bangsa adat dari tiap-tiap satu dari keduanya menuju yang lainnya, walaupun dengan berputar dan berbelok) dari arah kiblat.

Dan juga tersebut dalam kitab Faydhul Ilaahil Maalik karya Al Allamah Sayyid Umar Barkat bin Sayyid  Muhammad Barkat As Syamy, Juz I  halaman 172 Sebagai berikut :

ومتى اجتمع الإمام والمأموم فى مسجد صح الإقتداء مطلقا وإن تباعدا أو اختلف البناء مثل أن يقف احدهما فى السطح والآخر فى بئر فى المسجد وإن أغلق باب السطح لكن يشترط العلم بانتقالات الإمام إما بمشاهدته أو سماع مبلغ
Artinya : Manakala berkumpul imam dan ma'mum di masjid, maka sah berma'mum secara mutlak, meskipun jauh keduanya ataupun meskipun berbeda ruangannya, seprti berdiri salah satu keduanya di atas dan yang lainnya di sumur masjid, meskipun terkunci pintu yang atas, akan tetapi disyaratkan mengetahui pindah-pindahnya imam (dari satu rukun ke rukun yang lainnya). Adakalanya dengan melihat baginya, atau mendengar suara muballigh.

Dan juga tersebut dalam kitab Fathul Mu'in, karya Syeikh Zainuddin Al Malibary halaman 36 sebagai berikut :
ومنها علم بانتقال إمام برؤية له او لبعض صف او سماع لصوته او صوت مبلغ ثقة ، ومنها اجتماعهما اي الامام والمأموم بمكان كما عهد عليه الجماعات فى العصر الخالية ، فان كانا بمسجد... صح الإقتداء به وان زادت المسافة بينهما على ثلاثمائة ذراع او اختلفت الأبنية بخلاف من ببناء فيه لا ينفذ بابه اليه بأن سمر أو كان سطحا لا مرقى له منه فلا تصح القدوة حينئذ

Artinya : Dan diantara syarat sah berma'mum, yaitu mengetahui pindah-pindahnya imam dari satu rukun ke rukun yang lainnya. dengan cara melihat sendiri baginya, atau melihat sebagian shaf, atau mendengar suara imam, atau suara muballigh yang kepercayaan. Dan diantara syarat sah berma'mum, yaitu berkumpul kedua ma'mum dan imam pada tempat sebagaimana telah diketahui atasnya berjama'ah pada masa-masa yang lampau. Kalau kedua imam dan ma'mum itu berada dalam satu masjid …. Maka sah berma'mum, meskipun jarak antara keduanya melebihi 300 hasta dan meskipun berbeda-beda ruangannya. Lain halnya orang yang berada pada ruangan  masjid yang tidak tembus pintu ruangan itu ke masjid dengan dipaku pintunya itu, atau adalah ma'mum itu di tingkat atas yang tidak ada tangga penghubung padanya, maka tidak sah berma'mum, karena tidak berhimpun ketika itu.

Dari sinilah dapat diambil faham, bahwa bila ma'mum berkumpul dengan imam di masjid, si ma'mum di lantai atas dan imam di lantai bawah atau sebaliknya dan masih terdengar suara imam, dan ada tangga penghubung antara lantai satu dan atas maka mengikutnya ma'mum kepada imam hukumnya sah karena masih dikatakan berkumpul dengan imam ketika itu.

Dan juga tersebut dalam kitab Nihayatuzzein, Karya Syeikh Nawawi bin Umar al Bantani, halaman 122 sebagai berikut :
(فان كانا بمسجد) فالمدار على العلم بالانتقالات بطريق من الطرق المتقدمة ، وحينئذ  (صح الإقتداء) وان بعدت المسافة بينهما وزادت على ثلاثمائة ذراع ، ولا بد من إمكان الوصول الى الإمام ولو بازورار وانعطاف  ... ولو كان احدهما بعلو كسطح المسجد أو منارته والآخر بسفل كسردابه أوبئر فيه لا يضر

Artinya : Maka kalau keduanya ( imam dan ma'mum) itu berada dalam satu masjid, maka patokannya atas mngtahui pindah-pindahnya imam dari satu rukun ke rukun yang lainnya deengan satu cara dari cara-cara yang terdahulu. Ketika itu, maka sah berma'mum, meskipun jarak antara keduanya jauh dan lebih dari 300 hasta. Dan tak dapat tidak daripada penghubung ma'mum agar bisa sampai kepada imam,  meskipun berputar dan berbelok. …. Kalau salah satu keduanya di ruangan atas seperti loteng masjid atau menaranya dan yang satunya di ruangan bawah seperti bangunan dibawah tanah atau sumur yang di area masjid makahukumnya tidak mengapa.yakni sah berma'mumnya.

Dan tersebut dalam kitab Bughyatul Mustarsyidin, karya Syaikh Al Allamah Sayyid Abdurrahman  bin Muhammad Al Masyhur, halaman 71 sebagai berikut :
لا يشترط فى المسجد كون المنفذ أمام المأموم أو بجانبه  بل تصح القدوة وان كانت خلفه وحينئذ لو كان الامام فى علو والمأموم فى سفل او عكسه كبئر ومنارة وسطح فى المسجد وكان المرقى وراء المأموم بأن لا يصل الى الامام الا بازورار بان يولى ظهره القبلة صح الإقتداء لاطلاقهم صحة القدوة فى المسجد وان حالت الأبنية المتنافذة الأبواب اليه والى سطحه فيتناول كون المرقى المذكور امام الإمام او وراءه او يمينه او شماله بل صرح فى حاشية النهاية والمحلى بعدم الضرر وان لم يصل الى ذلك البناء الا بازورار وانعطاف نعم ان لم يكن بينهما منفذ اصلا لم تصح القدوة على المعتمد

Tidak disyaratkan pada masalah masjid keadaan penghubung itu di depan ma'mum atau di sampingnya. Bahkan sah berma'mum meskipun penghubung itu di belakang ma'mum. Dari sinilah, kalau sekiranya imam ada di ruangan atas dan ma'mum berada di ruangan bawah atau sebaliknya seperti di sumur, menara dan loteng masjid sementara tangga penghubung adanya di belakang ma'mum dengan artian ma'mum tidak dapat sampai kepada imam kecuali dengan berbelok dengan memalingkan punggungnya dari arah kiblat maka sah hukum berma'mumnya. karena para ulama memutlakkannya akan keesahan berma'mum di masjid, meskipun terhalang bangunan yang terhubung pintu-pintunya ke masjid atau lotengnya. Maka dari kemutlakan itu, tercakuplah keadaan tangga penghubung tersebut adanya di depan ma'mum atau di belakang atau samping kanan atau samping kiri ma'mum. Bahkan dijelaskan dengan tegas dalam kitab Hasyiah Nihayatul Muhtaj dan Hasyiah Al Mahally dengan tidak madhorot/mengapa. Meskipun tidak sampai ke ruangan itu kecuali dengan berbelok dan berpaling. Tetapi, kalau tidak ada penghubung sama sekali antara ma'mum dan imam maka tidak sah berma'mumnya menurut qaul mu'tamad.

Dan tersebut dalam kitab Al Fawa'id Al Tsaminah, karya Al Allamah Al Habib Muhammad bin Salim bin Hafiizh Al Husainy Hal 96 sebagai berikut :
اعلم أن للإمام والمأموم ثلاث حالات الحالة الاولى : أن يجتمعا فى مسجد فيشترط العلم بانتقالات الامام وعدم التقدم عليه فى الموقف وان يمكن الوصول الى الامام ولو بازورار وانعطاف الحالة الثانية والثالثة أن يكونا خارج المسجد او يكون احدهما فى المسجد والآخر خارجه فيشترط مع ماذكر ان يمكن الوصو الى الامام بغير ازورار وانعطاف وان لايكون بينهما حائل يمنع الرؤية او المرور وان لا يزيد ما بينهما على ثلاثمائة ذراع تقريبا

Artinya : Ketahuilah ! bahwa bagi imam dan ma'mum mempunyai tiga keadaan. Pertama, keduanya berkumpul di masjid, maka disyaratkan mengetahui dengan pindah-pindahnya imam dari satu rukun ke rukun yang lainnya, tidak mendahului imam pada tempat berdiri dan ada penghubung yang dapat sampai ke imam meskipun dengan berputar dan berbelok. Kedua,  ma'mum dan imam berada di luar masjid dan ketiga salah satu keduanya di masjid dan yang satunya di luar masjid, maka pada dua keadaan in,- disamping syarat yang telah tersebut dahulu itu- disyaratkan dapat sampai kepada imam dengan tidak berbelok dan berpaling dari arah kiblat, tidak ada penghalang antara ma'mum dan imam yang mencegah melihat atau berjalan menuju imam danjarak antara imam dan ma'mum  tidak lebih atas jarak +300 hasta.

Dari uraian di atas, timbul pertanyaan, bagaimana kalau pengeras suara itu mati ditengah-tengah pelaksanaan berjama'ah? Bagaimana hukumnya.

Kalau keadaannya seperti itu, maka ma'mum wajib mufarokoh, kalau tidak maka shalatnya ma'mum tidak sah.

Tersebut dalam kitab Ad Durrotul Yatimah, karya Al Allamah Sayyid Muhammad bin Ali bin Muhammad Ba Athiyyah, halaman 176 sebagai berikut :

لو صلى مع إمام فى مسجد والامام فى الدور الاسفل والمأموم فى الدور الأعلى وكان علمه بانتقالات الإمام عن طريق مكبر الصوت  فطرأ عليه عطب عليه أعدم المأموم معرفة انتقالات الإمام ولا وسيلة الى علمه بالإنتقالات فعند ذلك يفارق المأموم الإمام ويكمل الصلاة 

Artinya : Kalau seseorang shalat bersama imam di masjid, imam berada di lantai bawah dan ma'mum berada di lantai atas, sementara tahunya ma'mu akan pindah-pindahnya imam dari satu rukun ke rukun yang lainnya hanya melalui pengeras suara, lalu tiba-tiba rusak sehingga ma'mum tidak mengetahui pindah-pindahnya imam dari satu rukun ke rukun yang lainnya dan tidak ada jalan untuk mengetahui imam dengan pindah, maka ketika itu, ma'mum hendaklah mufarokoh dengan imam dan menyempurnakan sahalatnya sendiri-sendiri.

Dan juga, kalau tidak ada hajat, seperti ruangan bawah sudah penuh, makruh hukumnya ma'mum lebih tinggi dari imam atau sebaliknya, sebagaimana tersebut dalam kitab As Syamsul Muniroh, karya Al Allamah Al Habib Ali Bin Hasan Ba Harun, Juz I halaman 354 sebagai berikut :
يكره ارتفاع المأموم على الإمام وعكسه بلا حاجة ولو فى المسجد ارتفاعا يظهر حسا وان قل حيث عده العرف ارتفاعا ومحل الكراهة اذا امكن وقوفهما على مستو والا بان كان موضع الصلاة  موضوعا على هيئة فيها ارتفاع وانخفاض فلا كراهة وفى فتاوى الحمال الرملى اذا ضاق الصف الاول عن الاستواء يكون الصف الثانى الخالى عن الارتفاع اولى من الصف الاول مع الارتفاع 

Artinya : Makruh hukumnya ma'mum lebih tinggi tempatnya dari imam atau sebaliknya bila tida ada hajat, meskipun di masjid dengan tinggi yang jelas secara nyata , meskipun sedikit, sekiranya 'uruf menganggap tinggi. Tempatnya makruh bila memungkinkan berdiri keduanya pada tempat yang rata , kalau tidak, seperti tempat shalatnya dibentuk  dengan tinggi dan rendah maka tidak makruh. Dan disebutkan dalam kitab Fatawi karangan Imam Jamaluddin Ar Romly : Bila shof awal telah penuh (sempit) dengan lurus sama imam dalam satu ruangan, maka shof kedua yang masih selantai lebih utama dari shof awal namun di bagian yang tinggi.
     
Demikian jawaban kami yang telah dimudahkan oleh Allah SWT, semoga dapat difahami  dan membawa manfa'at. Wallaahul muaffiq.

Sebagai penutup, ada baiknya kami tuliskan syarat-syarat berma'mum yang lengkapnya, adalah sebagai berikut:
Tersebut  di dalam kitab Fathul Allam Jilid 2 hal. 496-533 karangan Al Imam Sayyid Muhammad bin Abdullah Al Jurdany dan pada kitab Nadhjul kalam fi Nushil Imam halaman 230-234 karangan Syeikh  Ahmad bin Muhammad Al Manufy :
وشروط القدوة سبعة : [1] أن لا يتقدم المأموم على الإمام فى جهة القبلة بعقب [2] نية القدوة [3] توافق نظم الصلاتين فى الافعال والاركان [4] الموافقة اي موافقة المأموم الإمام فى سنن تفخش فيها المخالفة [5] متابعة الإمام اي عدم سبقه اي المأموم لإمامه أو تخلفه عنه بركنين فعليين [6] العلم بالافعال الظاهرة من صلاة الإمام إما بمشاهدة الإمام وإما مشاهدة بعض الصفوف وإما بسماع صوت الإمام أو صوت المبلغ [7] اجتماع الإمام والمأموم فى الموقف   
Artinya : Syarat-syarat mengikut imam itu ada tujuh . 1. ma'mum tidak mendahului imam pada arah kiblat, dengan tumitnya. 2. niat berma'mum. 3. bersesuaian aturan shalat imam dan ma'mum pada perbuatan dan rukunnya. 4. mengikut, yakni bersesuaian ma'mum dengan imam pada sunat-sunat yang mencolok menyalahinya (seperti tasyahud awal) 5. mengikut imam, yakni tidak mendahului imam atau terbelakang dari imam dengan dua rukun fi'ly. 6. mengetahui perbuatan yang zhahir dari imam, adakalanya melihat langsung, atau melihat sebagian shaf, dan adakalanya mendengar suara imam atau suara muballigh. 7. berkempul imam dan ma'mum dalam satu tempat.

Adapun syarat berma'mum kepada imam pada hal-hal yang berkenaan dengan syarat-syarat imam ada 5. sebagaimana tersebut  di dalam kitab  At Taqrirotus sadiidah jilid 1 hal. 292-293 karangan Syeikh  Al habib Hasan bin Ahmad Al Kaf :

وشروط صحة القدوة  (اي حال المأموم مع الإمام اي المتعلقة بصفات الإمام) خمسة : [1] أن لا يعلم المأموم بطلان صلاة إمامه [2] أن لا يعتقد المأموم وجوب قضاء الصلاة على الإمام [3] أن لا يكون الإمام مأموما [4] أن لا يكون الامام أميا [5] أن لا قتدى الرجل بامرأة أو خنثى    

Artinya : Syarat-syarat sah mengikut imam yakni syarat yang bertalian dengan imam ada lima . 1. Hendaklah ma'mum tidak mengetahui batalnya shalat imam. 2. hendaklah ma'mum tidak berkeyakinan akan wajib mengulang shalatnya si imam. 3. Hendaklah imam itu tidak masih berstatus ma'mum. 4. hendaklah imamnya itu bukan ummy (orang yang tidak bisa membaca fatihah dengan benar) 5. hendaklah laki-laki tidak berma'mum kepada Imam perempuan atau banci.

Demikian jawaban kami, semoga dapat difahami.

WALLAHU A'LAM BIS SHOWAB

Tidak ada komentar: