Selasa, 15 Juli 2014

Keindahan Al-Qur'an

Sahabat..! Cukuplah menjadi bukti keindahan bahasa Al-Qur’an seperti yang diriwayatkan oleh Ibnu Ishaq dari Imam Zuhri (AbuSyahbah, 1996 : I/312), “Bahwa suatu ketika Abu Jahal, Abu Lahab, dan Akhnas bin Syariq secara sembunyi-sembunyi mendatangi rumah Rasulullah SAW pada malam hari untuk mendengarkan lantunan ayat-ayat Al-Qur’an yang dibaca Rasulullah SAW dalam shalatnya. Mereka bertiga memiliki posisi yang tersendiri, yang tidak diketahui oleh yang lainnya. Hingga ketika Rasulullah SAW usai melaksanakan shalat, mereka bertiga memergoki satu sama lainnya di jalan. Mereka bertiga saling mencela dan membuat kesepakatan untuk tidak kembali mendatangi rumah Rasulullah SAW.

Namun pada malam berikutnya, ternyata mereka bertiga tidak kuasa menahan gejolak jiwanya untuk mendengarkan lantunan ayat-ayat Al-Qur’an. Mereka bertiga mengira bahwa yang lainnya tidak akan datang ke rumah Rasulullah SAW, dan mereka pun menempati posisi mereka masing- masing. Ketika Rasulullah SAW usai melaksanakan salat, mereka pun memergoki yang lainnya di jalan. Dan terjadilah saling celaan sebagaimana yang kemarin mereka ucapkan.

Kemudian pada malam berikutnya, gejolak jiwa mereka benar-benar tidak dapat dibendung lagi untuk mendengarkan Al-Qur’an, dan merekapun menempati posisi
sebagaimana hari sebelumnya. Dan manakala Rasulullah SAW. usai melaksanakan shalat, mereka bertiga kembali memergoki yang lainnya. Akhirnya mereka bertiga membuat mu’ahadah (perjanjian) untuk sama-sama tidak kembali ke rumah Rasulullah SAW guna mendengarkan Al-Qur’an.

Masing-masing mereka mengakui keindahan Al-Qur’an, namun hawa nafsu mereka memungkiri kenabian Muhammad SAW.

Selain contoh di atas, terdapat juga ayat yang mengungkapkan keindahan Al-Qur’an. Allah mengatakan,
“Kalau sekiranya Kami menurunkan Al-Qur’an ini kepada sebuah gunung, pasti kamu akan melihatnya tunduk terpecah-belah disebabkan takut kepada Allah. Dan perumpamaan-perumpamaan itu Kami buat untuk manusia supaya mereka berpikir.” (Al-Mujadalah: 21)

Minggu, 13 Juli 2014

Hanya Allah Swt saja...

Sahabat...! Semoga..... karena rahmatNya tak terduga....

Bila kaya jadilah Sulaiman gagah perkasa raja mulia hatinya tetap terasa hina sentiasa tunduk pada yang Esa

Bila miskin jadilah Isa hidup bermurah tanpa meminta-minta derajat tinggi khidmat tak terperi banyak memberi sedikit menerima

Bila cakep seperti Yusuf jagalah akhlak daripada godaan wajah yang cakep pastikan luntur amal baktilah teman di kubur

Bila sakit hidup tercabar Jadilah Ayub nabi yang sabar kepada ALLAH hatinya menyerah akhirnya ceria dilimpah anugerah

Takdirnya hidup yatim piatu hilang tersayang dan juga tercinta dilanda kesusahan bertali arus teladanilah Muhammad S.A.W pembawa cahaya semesta alam

Dengan kurnia...banyakkan syukur dengan bala...janganlah kufur kita semua milik ILAHI kepada - NYA lah kita kembali

Empati Sebagai Jiwa Seorang Muslim

Sahabat yang baik, empati adalah kemampuan untuk bisa merasakan apa yang orang lain rasakan. Empati juga termasuk upaya untuk mengelola hati yang di dalamnya tertanam kepekaan dan kepedulian. Rasulullah telah memberikan keteladanan tentang pentingnya berjiwa empati.
Dalam sabdanya Rasulullah mengupamakan kaum muslimin ibarat anggota badan. Jika salah satu anggota badan sakit, yang lain akan merasakannya. Beliaupun dengan tegas menyatakan bahwa bukan termasuk kaumnya bagi seseorang yang tidak peduli terhadap sesamanya.

Cara sederhana untuk berjiwa empati seperti yang dicontohkan Rasulullah, yaitu dengan merasakan apa yang dirasakan orang lain. Seseorang yang berjiwa empati akan lebih peka dan peduli. Bukti kepeduliannya diinterprestasikan dengan amal nyata dan itu akan terlahir dari seseorang yang hatinya bersih. Efek empati membuat seseorang lebih ringan melakukan kebaikan. Ketika melihat saudaranya ditimpa musibah maka segera mengulurkan tangannya tanpa harus ada perintah. Selain itu, berusaha memposisikan diri, andai kita sendiri yang tertimpa musibah apa yang diharapkan dari saudara-saudara yang lain? Tentunya bukan hanya kepedulian. Seperti yang dialami saudara kita di Palestina, yang diperlukan bukan hanya penyelamatan warga tetapi pembangunan kembali Negeri Palestina secara keseluruhan.

Saudaraku, marilah kita belajar untuk berempati. Jangan mengulur-ngulur waktu untuk memberikan bantuan kepada saudara kita karena tidak ada istilah pengeluaran berkorban, yang ada adalah tabungan yang akan kembali pada penabungnnya. Untuk melatih berjiwa empati, upayakanlah untuk terus memupuk diri dengan kepekaan dan kepedulian terhadap hal-hal yang kecil. Begitu ada ladang amal maka segera tunaikan. Mudah-mudahan dengan selalu melatih kepekaan dan kepedulian kita tetap dalam kebaikan bagi diri dan orang lain. Dan, mudah-mudahan apa yang telah kita lakukan dicatat sebagai bukti penghambaan kepada Allah SWT. Wallahu a'lam.