Selasa, 28 Januari 2014

Sofyan Tsauri - Sang Pencinta Sejati

Sahabat .... !Untuk mengendalikan diri di dalam dunia, maka manusia harus mampu mengendalikan nafsu dan memperkuat akhlak dalam dirinya. Sofyan Tsauri, nama lengkapnya adalah Abu Abdullah Sofyan bin Said al-Tsauri dilahirkan di Kufah pada tahun 97 H dan meninggal di Baghdad tahun 161 H.
Sofyan Tsauri belajar pada orang tuanya, kemudian melanjutkan kebeberapa ulama sampai ia belajar ke sufi paling terkenal Hasan Basri. Akhirnya menghantarkannya.kejenjang menjadi ulama terkemuka dan, memiliki keahlian dalam bidang hadits, fiqh dan lain-lain..Ia merupakan seorang tabi’in yang terkemuka dalam zuhud dengan akhlak mulia berpendirian tangguh dan selalu mandiri. Dengan zuhudnya itu, ia tidak berpengaruh dengan dunia dan selalu mengajak orang agar jangan tertipu oleh dunia.


Dalam ajarannya, seorang ulama adalah orang yang mandiri dan tidak mendekati pada penguasa. Mendekati penguasa ,akan melunturkan sifat-sifat kemandirian dan akan merusak agama.
Ajaran Sofyan Tsauri merupakan tembok pemisah antara hal-hal yang konstruktif yang akan menghancurkan pembangunan. Ia selalu memperingatkan akan , bahaya bermegah-megah, mubazir, dan maksiat. Ia sendiri hidup dengan sederhana, disamping sebagai ulama juga berdagang hingga ia benar-benar mandiri tidak tergantung kepada penguasa atau masyarakat.

Suatu hari, Sofyan Tsauri berjalan bersama sahabat melewati jalan di depan rumah seorang terkemuka di kotanya. Sahabatnya terpesona memandang serambi rumah itu
karena indah dan amat menarik, Sofyan sendiri tidak menoleh sedikitpun. Sofyan mencela perbuatan sahabatnya tersebut, “Jika engkau beserta orang-orang seperti engkau terpesona dengan keindahan rumah-rumah mereka, ,niscaya mereka akan lebih bermegah-mega dengan rumah mereka. Dengan terpesona seperti itu engkau ikut didalam sikap mereka yang bermegah-megah itu.”

Menurut Sofyan Tsauri lebih lanjut; “Seseorang benar-benar zuhud kalau ia dapat merasakan ajalnya telah dekat, tidak memakan yang enak-enak dan tidak pula memakai pakaian yang mewah-mewah.
Penjelasannya lebih jauh, kemuliaan seseorang dapat dilihat dalam 5 bentuk;
1. Seorang alim yang hidup zuhud.
2. Seorang faqih tetapi juga sufi.
3. Seorang hartawan yang merendahkan diri.
4. Seorang Fakir yang selalu mensyukuri nikmat Allah
5. Seorang bangsawan yang selalu melaksanakan sunnah Rasul-Nya.

Sofyan Tsauri sendiri bukan hanya cinta kepada manusia dalam semua tingkatan, tetapi juga ,amat cinta kepada binatang terutama kelestariannya. Suatu hari ketika ia berada di pasar, ia melihat seekor burung dalam sangkar Yang indah. Burung itu meskipun dalam sangkar indah, tetap mencicit-cicit menderita karena tidak dapat terbang dialam bebas. Ia beli burung itu dan segera dilepaskannya. Burung itu sesekali datang menemuinya. Sebagaimana telah disebutkan bahwa pekerjaan beliau disamping bertugas sebagai ulama juga berdagang. Ia pernah ditanya se­seorang “Bagaimana seorang ulama yang zuhud tetapi usaha berdagangnya tetap?”
Sofyan Tsauri menjawab, “Jika sekiranya tidak ada usaha berdagang, itu tentu akan sudah lama menjadi sapu tangan penguasa Bani Abbas” Apabila disusul orang perkataan beliau itu dengan menunjukkan bahwa dagang itu mendekatkan orang kepada dunia, Sofyan Tsauri menjawab, “Benar hal itu mendekatkan aku kepada dunia, tetapi juga hal itu menyelamatkan aku dari dunia,”
Ajaran-ajaran Sofyan Tsauri sangat ber­pegang teguh kepada Al-Qur’an dan Sunnah dan beliau sendiri diberi gelar orang dengan sebutan Amirul Mu’minin dalam Hadist. Tidak ada gunanya hidup zuhud dengan memakai pakaian dari bulu domba kasar kalau batin penuh dengan kotoran dan penyakit. Abu Abdullah Sofyan mampu melenyapkan kotoran dengan penyakit-penyakit batin itu hingga hidup berkeseimbangan (tawasun).
Memang,Abu Abdullah Sofyan menganggap bahwa kotoran dan penyakit batin banyak bersumber dari dunia. Seorang sufi harus berhati-hati melihat dunia dengan segala seluk-beluknya. Kalau kita lengah, dunia akan menipu manusia.

Semoga dapat di pahami dan memberi hikmah baik bagi diri kita bersama... Aamiin

Selasa, 07 Januari 2014

Kisah Cinta Sang Suami

Sahabat...! Demikianlah... hendaknya kita......
kisah tentang Cinta Seorang Suami......

Pernikahan itu telah berjalan empat (4) tahun, namun pasangan suami istri itu belum dikaruniai seorang anak. Dan mulailah kanan kiri berbisik-bisik: “kok belum punya anak juga ya, masalahnya di siapa ya? Suaminya atau istrinya ya?”. Dari berbisik-bisik, akhirnya menjadi berisik.

Tanpa sepengetahuan siapa pun, suami istri itu pergi ke salah seorang dokter untuk konsultasi, dan melakukan pemeriksaaan. Hasil lab mengatakan
bahwa sang istri adalah seorang wanita yang mandul, sementara sang suami tidak ada masalah apa pun dan tidak ada harapan bagi sang istri untuk sembuh dalam arti tidak peluang baginya untuk hamil dan mempunyai anak.Melihat hasil seperti itu, sang suami
mengucapkan: inna lillahi wa inna ilaihi raji’un, lalu menyambungnya dengan ucapan: Alhamdulillah.

Sang suami seorang diri memasuki ruang dokter dengan membawa hasil lab dan
sama sekali tidak memberitahu istrinya dan membiarkan sang istri menunggu di
ruang tunggu perempuan yang terpisah dari kaum laki-laki.

Sang suami berkata kepada sang dokter: “Saya akan panggil istri saya untuk masuk ruangan, akan tetapi, tolong, nanti anda jelaskan kepada istri saya bahwa masalahnya ada di saya, sementara dia tidak ada masalah apa-apa.
Kontan saja sang dokter menolak dan terheran-heran. Akan tetapi sang suami terus memaksa sang dokter, akhirnya sang dokter setuju untuk mengatakan kepada sang istri bahwa masalah tidak datangnya keturunan ada pada sang suami dan bukan ada pada sang istri.

Sang suami memanggil sang istri yang telah lama menunggunya, dan tampak pada wajahnya kesedihan dankemuraman. Lalu bersama sang istri ia memasuki ruang dokter. Maka sang dokter membuka amplop hasil lab, lalu membaca dan mentelaahnya, dan kemudian ia berkata: “… Oooh, kamu – wahai fulan- yang mandul, sementara istrimu tidak ada masalah, dan tidak ada harapan bagimu untuk sembuh.
Mendengar pengumuman sang dokter,
sang suami berkata: inna lillahi wa inna ilaihi raji’un, dan terlihat pada raut wajahnya wajah seseorang yang menyerah kepada qadha dan qadar Allah Ta’ala.
Lalu pasangan suami istri itu pulang ke rumahnya, dan secara perlahan namun pasti, tersebarlah berita tentang rahasia tersebut ke para tetangga, kerabat dan sanak saudara. Lima (5) tahun berlalu dari peristiwa
tersebut dan sepasang suami istri bersabar, sampai akhirnya datanglah etik-detik yang sangat menegangkan, di mana sang istri berkata kepada suaminya: “Wahai fulan, saya telah bersabar selama Sembilan (9) tahun, saya tahan-tahan untuk bersabar dan tidak meminta cerai darimu, dan selama ini semua orang berkata:” betapa baik dan shalihah-nya sang istri itu yang terus setia mendampingi suaminya selama Sembilan tahun, padahal dia tahu kalau dari suaminya, ia tidak akan memperoleh keturunan”. Namun, sekarang rasanya saya sudah tidak bisa bersabar lagi, saya ingin agar engkau segera menceraikan saya, agar saya bisa menikah dengan lelaki lain dan mempunyai keturunan darinya, sehingga saya bisa melihat anak-anakku, menimangnya dan mengasuhnya. Mendengar emosi sang istri yang memuncak, sang suami berkata: “istriku, ini cobaan dari Allah SWT, kita mesti bersabar, kita mesti …, mesti … dan mesti
…”. Singkatnya, bagi sang istri, suaminya malah berceramah di hadapannya. Akhirnya sang istri berkata: “OK, saya akan tahan kesabaranku satu tahun lagi, ingat, hanya satu tahun, tidak lebih”. Sang suami setuju, dan dalam dirinya, dipenuhi harapan besar, semoga Allah SWT memberi jalan keluar yang terbaik bagi
keduanya.

Beberapa hari kemudian, tiba-tiba sang istri jatuh sakit, dan hasil lab mengatakan bahwa sang istri mengalami gagal ginjal. Mendengar keterangan tersebut, jatuhnya psikologis sang istri, dan mulailah memuncak emosinya. Ia berkata kepada suaminya: “Semua ini gara-gara kamu, selama ini aku menahan kesabaranku, dan jadilah sekarang aku seperti ini, kenapa selama ini kamu tidak segera menceraikan saya, saya kan ingin punya anak, saya ingin memomong dan menimang bayi, saya kan … saya kan …”. Sang istri pun bad rest di rumah sakit. Di saat yang genting itu, tiba-tiba suaminya berkata: “Maaf, saya ada tugas keluar negeri, dan saya berharap semoga engkau baik-baik saja”. “Haah, pergi?”. Kata sang istri. “Ya, saya akan pergi karena tugas dan sekalian mencari donatur ginjal, semoga dapat”. Kata sang suami.

Sehari sebelum operasi, datanglah sang donatur ke tempat pembaringan sang istri. Maka disepakatilah bahwa besok akan dilakukan operasi pemasangan ginjal dari sang donatur. Saat itu sang istri teringat suaminya yang pergi, ia berkata dalam dirinya: “Suami apa an dia itu, istrinya operasi, eh dia malah pergi meninggalkan diriku terkapar dalam ruang bedah operasi”.

Operasi berhasil dengan sangat baik. Setelah satu pekan, suaminya datang, dan tampaklah pada wajahnya tanda-tanda orang yang kelelahan.
Ketahuilah bahwa sang donatur itu tidak ada lain orang melainkan sang suami itu sendiri. Ya, suaminya telah menghibahkan satu ginjalnya untuk istrinya, tanpa sepengetahuan sang istri, tetangga dan siapa pun selain dokter yang dipesannya agar menutup rapat rahasia tersebut.

Dan subhanAllah …

Setelah Sembilan (9) bulan dari operasi itu, sang istri melahirkan anak. Maka bergembiralah suami istri tersebut, keluarga besar dan para tetangga. Suasana rumah tangga kembali normal, dan sang suami telah menyelesaikan studi S2 dan S3-nya di sebuah fakultas syari’ah dan telah bekerja sebagai seorang panitera di sebuah pengadilan di Jeddah. Ia pun telah menyelesaikan hafalan Al-Qur’an dan mendapatkan sanad dengan riwayat Hafs, dari ‘Ashim.

Pada suatu hari, sang suami ada tugas dinas jauh, dan ia lupa menyimpan buk hariannya dari atas meja, buku harian yang selama ini ia sembunyikan. Dan tanpa sengaja, sang istri mendapatkan buku harian tersebut, membuka-bukanya dan membacanya. Hampir saja ia terjatuh pingsan saat menemukan rahasia tentang diri dan rumah tangganya. Ia menangis meraung- raung. Setelah agak reda, ia menelpon suaminya, dan menangis sejadi-jadinya, ia berkali-kali mengulang permohonan maaf dari suaminya. Sang suami hanya dapat membalas suara telpon istrinya dengan menangis pula. Dan setelah peristiwa tersebut, selama tiga bulanan, sang istri tidak berani menatap wajah suaminya. Jika ada keperluan, ia berbicara dengan menundukkan mukanya, tidak ada kekuatan untuk memandangnya sama sekali.

semoga Bermanfaat, kisah dari teman ini.....
website : http://islamdidaktika.web.id/
Blog : http://fakhrualbantani.blogspot.com/
Twitt :@islam_didaktika